AYAH..
aku rindu padamuuu, setelah hampir 3 tahun lamanyaa kita berpisahh walau terkadang waktu begitu cepat memisahkan kitaaa...
AYAAHHH....
aku ingin berceritaaa... :( sebelumnyaa aku ingin meminta maaf padamu terlebih dahulu walau memang terlambat aku mengucapkannyaa..
Ayahh...
terkadang aku merasa iri terhadap mereka yang masih mempunyai keluarga yang utuh,, aku irii terhadap mereka yang memiliki penuh kasih sayang dari ayahnyaa... :( :( aku iri ayaaahhh..
aku ingin sepertiii mereka merasakan kasih sayang, pelukan hangat dari seorang ayaahh... aku tau ayah bukanlah orang seperti yang aku kiraa,, walau aku terkadang merasa irii tetapi aku tetap bersyukur karena memiliki orang tua seperti ayah dan ibuu, memiliki keluarga yang akan peduli tentang diriku,,
Ayahh
terkadang aku berfikir,, walau itu tak pernah aku rasakan
tetapi aku merasakannya sekarangg,, setiap saat aku lupa mengirimkan
doa untukmuu, engkau selalu menegurkuu walau memang tidak secara
langsunggg... dan setiap engkau rindu aku selalu merasakan
kehadiranmuu..
Ayahh
Aku berterima kasihh padamuu, karenamu dan ibu aku bisa menjadi seperti inii,,
ayaahhh sekarang aku bisa merasakan kasih sayang walau memang
itu bukan ayahh,, tapu bagiku dia bisa menjadi ayah buatkuu
Ayah
aku lupaa,, mukenah yang kau berikan masih tersimpan rapi dan selalu ibu gunakann, dan setiap aku lihat ukena ituu aku ingat tentang ayaaahhh,,, dan aku akan menjaganya dan itu adalah kenang2an buat aku darii ayahh...
ayah
maaf yaa aku cuma punya foto ayah yang ini yang diambil sekitar 9 tahuunn yang laluu ketika aku masih duduk dibangku kelas 6 SD dan pada saat acara ijabqabul kakak :) :) dan maaf juga ayah aku gak pernah sempat datng buat ziarahh kepusaraa ayaahh,, tetapi dalam sholatku doa untuk ayah insya Allah tetap aku panjatkan...
Akuu rinduu Ayaahhh
Semoga syurga untukmu ayahh :* :* : * :*
Kamis, 28 Mei 2015
Selasa, 26 Mei 2015
FUNGSI PERKEMBANGAN SOSIAL DAN BAHASA DALAM BELAJAR
FUNGSI PERKEMBANGAN SOSIAL
DAN
BAHASA DALAM BELAJAR
A.
PENGERTIAN PERKEMBANNGAN SOSIAL
Perkembangan
merupakan proses perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme
menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis,
progresif, dan berkesinambungan baik menyangkut fisik maupun psikis.
Perkembagan
secara sistematis berarti perubahan dalam perkembangan itu bersifat saling
ketergantungan atau mempengaruhi antara bagian-bagian organisme (fisik dan
psikis), misalnya kemampuan berjalan anak seiring dengan matangnya otot-otot
kaki atau keinginan remaja untuk memperhatikan lawan jenisnya seiring dengan
matangnya organ-organ seksualnya.
Perkembangan
secara progresif berarti perubahan yang terjadi bersifat meningkat, dan
mendalam (meluas) baik secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif (psikis),
misalnya perubahan ukuran fisik anak atau perubahan pengetahuan dan kemampuan
anak dari yang sederhana kepada yang kompleks.
Perkembangan
secara berkesinambungan berarti perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu
berlangsung secara beraturan atau berurutan, misalnya untuk dapat berdiri,
seorang anak harus menguasai tahapan perkembangan sebelumnya, yaitu kemampuan
duduk dan merangkak.
B.
FUNGSI PERKEMBANGAN SOSIAL
1. Fungsi perkembangan sosial dalam
belajar
Perkembangan sosial merupakan pencapaian
kematangan dalam hubungan sosial, artinya suatu proses belajar untuk
menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi (meleburkan
diri menjadi satu kesatuan, saling berkomunikasi dan bekerja sama).
Anak dilahirkan belum bersifat sosial. Dalam
arti, dia belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk
mencapai kematangan sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan
diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai
kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik
orangtua, saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainnya.
Perkembangan
sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orangtua
terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau
norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh
kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Proses bimbingan orangtua ini lazim disebut sosialisasi.
Sueannn
Robinson Ambron (1981) mengartikan sosialisasi itu sebagai proses belajar yang
membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi
anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan afektif.
Melalui
pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga, orang
dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk
tingkah laku sosial. Pada usia anak, bentuk-bentuk tingkah laku sosial itu
adalah sebagai berikut:
a. Pembangkangan (Negativisme), yaitu suatu bentuk tingkah laku
melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin
atau tuntunan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak.
Tingkah laku ini mulai muncul kira-kira pada usia 18 bulan dan mencapai
puncaknya pada usia tiga tahun. Berkembangnya tingkah laku Negativisme pada
usia ini dipandang sebagai hal yang wajar. Setelah usia empat tahun, biasanya
tingkah laku ini mulai menurun. Antara usia empat dan enam tahun, sikap
membangkang/ melawan secara fisik beralih menjadi sikap melawan secara verbal
(menggunakan kata-kata). Sikap orangtua terhadap tingkah laku melawan pada usia
ini, seyogyanya tidak memandangnya sebagai pertanda bahwa anak itu nakal, keras
kepala, tolol atau sebutannya yang negatif. Dalam hal ini, sebaiknya orangtua
mau memahami tentang proses perkembangan anak, yaitu bahwa secara naluriah anak
itu mempunyai dorongan untuk berkembang dari posisi “dependent”
(ketergantungan) ke posisi “independent” (bersikap mandiri). Tingkah laku
melawan merupakan salah satu bentuk dari proses perkembangan tersebut.
b. Agresi (agression), yaitu perilaku menyerang balik
secara fisik (nonverbal). Maupun kata-kata (verbal). Agresi ini merupakan salah
satu bentuk reaksi terhadap frustrasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi
kebutuhan/ keinginan) yang dialaminya. Agresi ini mewujud dalam perilaku
menyerang, seperti: memukul, mencubit, menendang, menggigit, marah-marah, dan
mencaci maki. Orangtua yang menghukum anak yang agresif, meningkatnya
agresivitas anak. Oleh karena itu, sebaiknya orang tua berusaha untuk
mereduksi, mengurangi agresivitas anak tersebut dengan cara mengalihkan
perhatian/ keinginan anak, memberikan mainan atau sesuatu yang diinginkannya
(sepanjang tidak membahayakan keselamatannya), atau upaya lain yang bisa
meredam agresivitas anak tersebut.
c. Berselisih/ bertengkar (quarreling), terjadi apabila seorang anak
merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap dan prilaku anak lain, seperti
diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut barang atau mainannya.
d. Menggoda (teasing), yaitu sebagai bentuk lain dari
tingkah laku agresif. Menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain
dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan), sehingga menimbulkan
reaksi marah pada orang yang diserangnya.
e.
Persaingan (rivaly), yaitu keinginan untuk melebihi
orang lain dan selalu didorong (di stimulasi) oleh orang lain. Sikap persaingan
ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan untuk prestise dan pada usia enam tahun,
semangat bersaing ini berkembang dengan lebih baik.
f.
Kerja sama (cooperation), yaitu sikap mau bekerja sama
dengan kelompok. Anak yang berusia dua atau tiga tahun belum berkembang sikap
bekerja samanya, mereka masih kuat sikap”self-centered”-nya.
Mulai usia tiga tahun akhir atau empat tahun, anak sudah mulai menampakkan
sikap kerja samanya dengan anak lain. Pada usia enam atau tujuh tahun, sikap
kerja sama ini sudah berkermbang dengan lebih baik lagi. Pada usia ini anak mau
bekerja kelompok dengan teman-temannya.
g.
Tingkah laku berkuasa (ascendant
behavior),
yaitu sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendomonasi atau
bersikap” bossiness”. Wujud dari
tingkah laku ini, seperti : meminta, menyuruh dan mengancam atau memaksa orang
lain untuk memenuhi kebutuhan dirinya.
h.
Mementingkan diri sendiri
(selfishness),
yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest
atau keinginannya. Anak ingin dipenuhi kenginannya apabila ditolak, maka
dia protes dengan menangis, menjerit atau marah-marah.
i.
Simpati (sympati) yaitu sikap emosional yang
mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain, mau mendekati
atau bekerja sama dengannya. Seiring dengan bertambahnya usia anak mulai dapat
mengurangi sikap “selfish“ -nya dan mulai mengembangkan sikap sosialnya, dalam
hal ini rasa simpati terhadap orang lain.
Perkembangan
sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial, baik orangtua, sanak
keluarga, orang dewasa lainnya atau teman-teman sebayanya. Apabila lingkungan
sosial tersebut menfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan
anak secara positif, maka akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara
matang. Namun, apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif seperti perlakuan
orang tua yang kasar, sering memarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan
bimbingan, teladan, pengajaran atau pembiasaan terhadap anak dalam menerapkan
norma-norma, baik agama maupun tatakrama/ budi pekerti, cenderung menampilkan
perilaku maladjustment (bersifat
minder, senang mendominasi orang lain, egois, menyendiri, kurang memiliki rasa
tenggang rasa dan kurang memperdulikan norma dalam berperilaku).
Pada
usia prasekolah (terutama mulai usia 4 tahun), perkembangan sosial anak sudah
tampak jelas, karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman
sebayanya. Tanda-tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah:
a. Anak mulai mengetahui
aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan bermain.
b. Sedikit demi sedikit anak sudah
mulai tunduk pada aturan.
c. Anak mulai menyadari hak atau
kepentingan orang lain.
d. Anak mulai dapat bermain bersama
anak-anak lain, atau teman sebaya (peer
group).
Perkembangan sosial anak sangat
dipengaruhi oleh iklim sosiopsikologis keluarganya. Apabila di lingkungan
keluarga tercipta suasana yang harmonis, saling memperhatikan, saling membantu
(bekerja sama) dalam menyelesaikan tugas-tugas keluarga atau anggota keluarga,
terjalin komunikasi antaranggota keluarga, dan konsisten dalam melaksanakan
aturan, maka anak akan memiliki kemampuan, atau penyesuaian sosial dalam
hubungan dengan orang lain. Kematangan penyesuaian sosial anak akan sangat terbantu,
apabila anak dimasukkan ke Taman Kanak-kanak. TK sebagai “jembatan bergaul”
merupakan tempat yang memberikan peluang kepada anak untuk belajar memperluas
pergaulan sosialnya, dan menaati peraturan (kedisiplinan).
Perkembangan
sosial pada anak-anak Sekolah Dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan,
di samping dengan keluarga juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman
sebaya (peer group) atau teman
sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas. Pada
usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri
(egosentris) kepada sikap yang kooperatif
(bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang
lain). Anak dapat berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan
bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang), dia
merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya.
Berkat
perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman
sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar di
sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai
dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik
(seperti, membersihkan kelas dan halaman sekolah), maupun tugas yang
membutuhkan pikiran (seperti merencanakan kegiatan camping, membuat laporan study tour). Dengan melaksanakan tugas
kelompok, peerta didik dapat belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja
sama, saling mnghormati, bertenggang rasa dan bertanggung jawab.
Pada
masa remaja berkembang “social cognition”
, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain
sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat
nilai-nilai maupun perasaannya. Pemahamannya ini, mendorong remaja untuk
menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan mereka (terutama teman
sebaya), baik melalui jalinan persahabatan maupun percintaan (pacaran). Dalam
hubungan persahabatan, remaja memilih teman yang memiliki kualitas psikologis
yang relatif sama dengan dirinya, baik menyangkut interes, sikap, nilai, dan
kepribadian.
Pada
masa ini juga berkembang sikap “conformity”,
yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai,
kebiasaan, kegemaran (hobby) atau keinginan orang lain (teman sebaya).
Perkembangan sikap konformitas pada remaja dapat memberikan dampak yang positif
maupun yang negatif bagi dirinya. Apabila kelompok teman sebaya yang diikuti
atau diimitasinya itu menampilkan sikap dan perilaku yang secara moral atau
agama dapat dipertanggungjawabkan, seperti kelompok remaja yang taat beribadah,
memiliki budi pekerti yang luhur, rajin belajar dan aktif dalam
kegiatan-kegiatan sosial, maka kemungkinan besar tersebut akan menampilkan
pribadinya yang baik. Sebaliknya, apabila kelompoknya itu menampilkan sikap dan
perilaku malasuai atau melecehkan nilai-nilai moral, maka kemungkinkan besar
remaja akan menampilkan perilaku seperti kelompoknya tersebut.
Remaja
sebagai bunga dan harapan bangsa serta pemimpin di masa depan sangat diharapkan
dapat mencapai perkembangan sosial secara matang, dalam arti dia memiliki
penyesuaian sosial (social adjustment)
yang tepat. Penyesuaian sosial ini dapat diartikan sebagai “ kemampuan untuk mereaksi secara tepat
terhadap realitas sosial, situasi, dan relasi”. Remaja dituntut untuk
memiliki kemampuan penyesuaian sosial ini, baik dalam lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat.
2. Fungsi perkembangan bahasa dalam belajar
Bahasa
merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian
ini, tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan
dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu dengan
menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka.
Bahasa merupakan faktor hakiki yang
membedakan manusia dengan makhluk lain. Bahasa merupakan anugerah dari Allah
Swt, yang dengannya manusia dapat mengenal atau memahami dirinya, sesama
manusia, alam, penciptanya serta mampu memposisikan dirinya sebagai makhluk
berbudaya dan mengembangkan budayanya.
Bahasa
sangat erat kaitannya dengan perkembangan berpikir individu. Perkembangan
pikiran individu tampak dalam perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk
pengertian, menyusun pendapat, dan menarik kesimpulan. Perkembangan pikiran itu
dimulai pada usia 1,6-2,0 tahun, yaitu pada saat anak dapat menyusun kalimat
dua atau tiga kata. Laju perkembangan itu sebagai berikut:
a. Usia 1,6 tahun, anak dapat menyusun
pendapat positif, seperti: “Bapak makan”.
b. Usia 2,0 tahun, anak dapat menyusun
pendapat negatif (menyangkal), seperti: “Bapak tidak makan”.
c. Pada usia selanjutnya, anak dapat
menusun pendapat:
1) Kritikan:“Ini tidak boleh, ini
tidak baik”.
2) Keragu-raguan: barangkali, mungkin,
bisa jadi.
3) Menarik kesimpulan analogi,
seperti: anak melihat ayahnya tidur
karena sakit, pada waktu lain anak melihat ibunya tidur, dia mengatakan bahwa
ibu tidur karena sakit.
Dalam perkembangan bahasa, ada dua
tipe perkembangan bahasa anak yaitu:
a. Egocentric Speech, yaitu anak berbicara kepada dirinya
sendiri (monolog).
b. Socialized Speech, yang terjadi ketika berlangsung
kontak antara anak dengan temannya atau dengan lingkungannya. Perkembangan ini
dibagi ke dalam lima bentuk: (a) adapted
information, di sini terjadi saling tukar gagasan atau adanya tujuan
bersama yang dicari, (b) critism,
yang menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain,
(c) tquestions (pertanyaan), dan (e) answers (jawaban).
Berbicara monolog (Egocentric
Speech) berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak yag pada
umumnya dilakukan oleh anak berusia 2-3 tahun; sementara yang “Socialized Speech, mengembangkan
kemampuan penyesuaian sosial (social
adjustment).
Pada fase bayi ada tiga bentuk
prabahasa yang normal muncul dalam pola perkembangan bahasa, yakni menangis,
mengoceh, dan isyarat. Menangis adalah lebih penting karena merupakan dasar
bagi perkembangan bahasa yang sebenarnya. Isyarat dipakai bayi sebagai
pengganti bahasa, sedangkan pda anak yang lebih tua atau orang dewasa, isyarat
dipakai sebagai pelengkap bahasa.karena bahasa dipelajari melalui proses meniru
maka bayi perlu memperoleh model atau contoh yang baik supaya dapat meniru
kata-kata yang baik.
Perkembangan bahasa anak usia
prasekolah, dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Pada usia 2,0 - 2,6 tahun yang
bercirikan:
1) Anak sudah mulai bisa menyusun
kalimat tunggal yang sempurna.
2) Anak sudah mampu memahami tentang
perbandingan, misalnya burung pipit lebih kecil dari burung perkutut, anjing
lebih besar dari kucing.
3) Anak banyak menanyakan nama dan
tempat: apa, dimana, dan dari mana.
4) Anak sudah banyak menggunakan
kata-kata yang berawalan dan yang berakhiran.
b. Pada usia 2,6 - 6,0 yang
bercirikan:
1) Anak sudah dapat menggunakan
kalimat majemuk beserta anak kalimatnya.
2) Tingkat berpikir anak sudah lebih
maju, anak banyak menanyakan soal waktu sebab-akibat melalui
pertanyaan-pertanyaan: kapan, ke mana, mengapa, dan bagaimana.
Untuk membantu perkembangan bahasa
anak, atau kemampuan bahasa anak maka orang tua dan guru Taman Kanak-kanak (TK)
seyogianya memfasilitasi, memberi kemudahan atau peluang kepada anak dengan
sebaik-baiknya. Berbagai peluang itu diantaranya sebagai berikut:
a. Bertutur kata yang baik dengan
anak.
b. Mau mendengarkan pembicaraan anak.
c. Menjawab pertanyaan anak (jangan
meremehkannya).
d. Mengajak berdialog dalam hal-hal
sederhana, seperti memelihara kebersihan rumah, sekolah dan memelihara kesehatan diri.
e. Di Taman Kanak-kanak, anak
dibiasakan untuk bertanya, mengekspresikan keinginannya, menghafal, dan
melantunkan lagu dan puisi.
Perkembangan bahasa pada usia
sekolah dasar merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan
menguasai pembendaharaan kata (vocabulary).
Pada masa ini anak sudah menguasai sekitar 2.500 kata, dan pada masa akhir
(usia 11-12 tahun) telah dapat menguasai sekitar 50.000 kata (Abin Syamsudin M,
1991; Nana Syaodih S, 1990). Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan
berkomunikasi dengan orang lain, anak sudah gemar membaca atau mendengarkan cerita
yang bersifat kritis (tentang perjalanan/ petualangan, riwayat para pahlawan,
dsb). Pada masa ini tingkat berpikir anak sudah maju, dia banyak menanyakan
soal waktu dan sebab akibat.
Terdapat dua faktor penting yang
mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu sebagai berikut:
a. Proses jadi matang, dengan
perkataan lain anak itu menjadi matang (organ-organ suara/ bicara sudah
berfungsi) untuk berkata-kata.
b. Proses belajar, yang berarti bahwa
anak yang telah matang untuk berbicara lalu mempelajari bahasa orang lain
dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan/ kata-kata yang didengarkannya.
Kedua proses ini berlangsung sejak masa bayi dan kanak-kanak, sehingga pada
usia anak memasuki sekolah dasar, sudah sampai pada tingkat: (1) dapat membuat
kalimat yang lebih sempurna, (2) dapat membuat kalimat majemuk, (3) dapat
menyusun dan mengajukan pertanyaan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perkembangan merupakan proses
perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat
kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan
berkesinambungan baik menyangkut fisik maupun psikis.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Dahlan Djawad. 2011. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2. Al Idrus Agil. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Mataram:
Alam Tara Institute.
3. Syaodih, Sukmadinat Nana. 2011. Landasan Psikologi Proses pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
LUPA DAN TRANSFER BELAJAR
MAKALAH PSIKOLOGI BELAJAR
(LUPA, TRANSFER BELAJAR,
DAN MEMORY)
OLEH
TRIA AMI LAKSMI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM
2015
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mengetahui dalam Psikologi Belajar apa, kapan, dan
bagaimana transfer belajar, lupa dan memori (ingatan) itu bekerja dalam diri
individu. Serta bagaimana mengaplikasikannya dalam kegiatan sehari-hari. Teori
tentang lupa, transfer belajar dan memori (ingatan) ini sangat perlu kita
pahami karena akan sangat berpengaruh pada keberhasilan atau keefektifan
pembelajaran. Dengan mengetahui cara kerja ketiga teori psikologi tersebut kita
akan dengan mudah mengaplikasikan suatu pelajaran dalam diri individu.
Berikutakan akan dipaparkan teori psikologi belajar tentang lupa, transfer
belajar dan memory (ingatan).
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian Lupa?
2.
Apa saja faktor-faktor penyebab lupa?
3.
Apakah pengertian Transfer Belajar?
4.
Apakah pengertrian memori (ingatan)?
C.
Tujuan Penulisan
Makalah ini saya tulis dengan tujuan untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah psikologi belajar, selain itu tujuan penulisan makalah
ini yakni untuk mengetahui komponen-komponen teori yang menunjang pembelajaran,
yakni terkait dengan lupa, transfer belajar dan memori (ingatan).
BAB
II
PEMBAHASAN
A. LUPA
Lupa
adalah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang
sebelumnya telah kita pelajari. Secara sederhana Gulo (1982) dan Reber (1988)
dalam Muhibbin Syah (2001) mendefinisikan lupa sebagai ketidak mampuan mengenal
atau mengingat sesuatu yang pernah di pelajari atau dialami.
Lupa
merupakan istilah yan sangat populer di masyarakat. Setiap waktu pasti ada
orang lupa akan sesuatu, entah hal itu tentang peristiwa atau kejadian di masa
lampau atau sesuatu yang akan dilakukan (Muhibbin Syah 2001).
B. Faktor-faktor penyebab lupa
1) Penyebab Lupa Menurut Ngalim Purwanto (1989)
Dalam Syaiful Bahri Djaramah (2002) :
1.
Karena apa yang dialami itu tidak pernah digunakan
lagi atau tidak pernah dilatih atau diingat lagi. Berkenaan dengan itu ada
sebuah hukum yang berbunyi “law of disuse”(hukum tak terpakai) yang
dikemukakan oleh Thorndike. Hukum itu menyebutkan hubungan antara stimulus dan
respons akan menjadi lemah bila tidak ada latihan.
2.
Karena adanya hambatan-hambatan yang terjadi karena
isi jiwa yang lain. Tidak baik mencampur adukkan pelajaran-pelajaran dalam
pikiran saat belajar; karena hal itu justru akan menghambat satu sama lain.
Maka tidak baik mempelajari materi yang berbeda pada saat yang sama.
3.
Karena depresi atau tekanan.
Tanggapan-tanggapan/isi jiwa ditekan ke dalam ketidaksadaran (alam bawah sadar)
oleh ego. Karena terus menerus mengalami tekanan, maka lama kelamaan akan
menjadi lupa.
Beberapa penyebab terjadinya lupa karena tekanan:
Ø Karena
informasi (tanggapan, pengetahuan, kesan, dsb) yang diterima “kurang
menyenangkan”, sehingga secara sengaja menekannya hingga ke dalam
ketidaksadaran.
Ø Karena
informasi yang baru secara otomatis menekan informasi yang lama.
Ø Karena
informasi yang akan diingat kembali itu tertekan ke alam bawah sadar dengan
sendirinya sebab tak pernah digunakan.
2) Penyebab lupa menurut Muhibin Syah:
Ø Lupa
karena perubahan situasi lingkungan, seperti antara waktu belajar di sekolah
dengan waktu belajar/ mengingat kembali di luar sekolah. Misal: jika seorang
anak hanya mengenal jerapah lewat gambar-gambar di sekolah, kemungkinan dia
akan lupa mengingat nama hewan itu ketika ke kebun binatang.
Ø Lupa
karena perubahan sikap dan minat. Misal: jika seorang guru memarahi anak di
depan teman-temannya, anak menjadi takut sehingga pelajaran mudah terlupakan.
Ø Lupa
karena perubahan urat syaraf otak. Misal: keracunan, kecanduan, gegar otak.
Ø Lupa
karena kerusakan informasi sebelum masuk ke memori. Sebelum informasi itu
terserap dengan baik dan disimpan dengan baik oleh otak, seseorang telah
melakukan/ menerima informasi lain sehingga penyimpanan awal tidak sempurna dan
cenderung hilang.
3) Penyebab lupa menurut W.S.Winkel (1989) Dalam Syaiful Bahri Djaramah (2002) :
Ø Pandangan
Woodworth- Gejala lupa disebabkan bekas-bekas ingatan yang tidak dipergunakan,
sehingga lama kelamaan akan terhapus.
Ø Pandangan
interfensi- Lupa disebabkan oleh adanya gangguan dari informasi yang baru masuk
ke dalam ingatan terhadap informasi yang telah lama tersimpan, sehingga
seolah-olah informasi yang lama digeser dan kemudian lebih sukar diingat.
Ø Pandangan
bermotif- Ada alasan tertentu dari setiap orang untuk menilai sesuatu hal.
Kejadian kurang menyenangkan akan mudah terhapus dan terlupakan daripada yang
menyenangkan.
C. Kiat-Kiat
mengurangi lupa menurut W.S. Winke (1989) Dalam Syaiful Bahri Djaramah (2002) adalah:





D.
TRANSFER
BELAJAR
Transfer
dalam bahasa yang lazim disebut transfer belajar (transfer of learming) itu
mengandung arti pemindahan keterampilan hasil belajar dari satu situasi
kesituasi lainnya (Reber 1988).
Peristiwa
pemindahan pengaruh (transfer) sebagaimana tersebut diatas pada umumnya atau
hampir selalu membawa dampak, baik
positif maupun negatif terhadap aktifitas dan hasil pembelajaran materi
pelajaran atau keterampilan lain. Sehingga, transfer dapat dibagi dua kategori,
yakni transfer positif dan transfer negatif.
Menurut
Theory of Identical Element yang dikembangkan oleh E.L Thorndike, transfer
positif biasanya terjadi apabila ada kesamaan elemen antara materi yang lama
dengan materi yang baru. Contoh, seorang siswa yang telah menguasai matematika
akan mudah memepelajari statistika.
1.
Ragam
Transfer Belajar
Selanjutnya,
menurut Gagne seorang education psychologist (pakar psikologi pendidikan) yang
mahsyur, transfer dalam belajar dapat digolongkan, yaitu :
v transfer positif, yaitu transfer yang
berefek baik terhadap kegiatan belajar selanjtnya;
v transfer negatif, yaitu transfer yang
berefek buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya;
v transfer vertical, yaitu transfer yang
berefek baik terhadap kegiatan belajar penegetahuan/keterampilan yang lebih
tinggi;
v transfer lateral, yaitu transfer yang
berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/keterampilan yang sederajat.
2.
Terjadinya
Transfer Belajar Positif
Transfer
positif akan mudah terjadi pada diri seorang siswa apabila situasi belajarnya
dibuat sama atau mirip dengan situasi sehari-hari yang akan ditempati siswa
tersebut kelak dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang telah ia
pelajari di Sekolah. Transfer positif dalam pengertian seperti inilah
sebenarnya yang perlu diperhatikan guru, mengingat tujuan pendidikan secara
umum adalah terciptanya sumber daya
manusia berkualitas yang adaptif. Kualitas inilah yang seyogyanya didapat dari
lingkungan pendidikan untuk digunakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh
sebab itu setiap lembaga kependidikan terutama jenjang pendidikan menengah,
perlu menyediakan kemudahan-kemudahan belajar, seperti alat-alat dan ruang
kerja yang akan ditempati siswa kelak setelah lulus. Apabila cara ini sulit
ditempuh, alternatif lain dapat diambil umpamanya on the job training, yaitu
mengadakan praktek lapangan di tempat- tempat kerja seperti kantor, sekolah,
pabrik, kebun, dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan jurusan dan keahlian yang
dimilikinya.
Berdasarkan
hasil-hasil riset kognitif , yakni bahwa transfer positif hanya akan terjadi
pada diri seorang siswa apabila dua wilayah pengetahuan atau keterampilkan yang
dipelajari siswa tersebut menggunakan dua fakta atau pola yang sama, dan
membuahkan hasil yang sama pula. Dengan kata lain, dua domain pengetahuan
tersebut merupakan sebuah pengetahuan yang sama.
Jadi,
orang yang menduga bahwa seorang siswa yang telah pandai membaca al-Qur’an akan
secara otomatis mudah belajar bahasa Arab karena ada kesamaan elemen (sama-sama
bertulisan Arab) perlu dipertanyakan. Namun, seorang siswa yang pandai dalam
seni baca al-Qur’an (qori) sangat mungkin dia mudah belajar tarik suara
(menyanyi), karena dalam dua wilayah keterampilan itu terdapat kesamaan
struktur logika, yakni logika seni. Demikian pula halnya dengan siswa yang
sudah menguasai bahasa dan sastra Indonesia, ia mungkin akan mudah menjadi
seorang pengarang. Sekali lagi, mudahnya siswa tersebut menjadi pengarang bukan
karena adanya kesamaan elemen, melainkan karena antara penguasaan bahasa dan
sastra dengan aktivis mengarang itu terdapat “benang merah” yang muncul dari
struktur logika pengetahuan yang sama.
Sesungguhnya
transfer itu merupakan peristiwa kognitif (ranah cipta/akal) yang terjadi
karena belajar. Jadi, belajar dalam hal ini seyogyanya dipandang sebagai
keadaan sebelum transfer atau prasyarat adanya transfer. Dengan demikian,
anggapan bahwa transfer itu spontan dan mekanis (seperti mesin atau robot)
sebenarnya berlawanan dengan hakekat belajar itu sendiri, yakni perbuatan siswa
yang sedikit atau banyak selalu melibatkan aktivitas ranah kognitif.
Sebagai
catatan akhir pembahasan ini, perlu diutarakan beberapa contoh peristiwa
belajar yang secara lahiriyah tampak seperti transfer tapi sesungguhnya bukan.
Contoh-contoh ini penting untuk diketahui agar siswa dan guru tidak terkecoh
oleh timbulnya sesuatu yang baru dan baik sebagai sesuatu yang sedang
diharapkan, yakni transfer positif.
E.
Memory (Ingatan)
Sebelum
ilmu pengetahuan modern mengenai otak, yaitu neurofisiologi dan psikologi,
mengungkapkan kekuatan dan potensi yang luar biasa dari otak manusia, bangsa
Yunani telah menemukan bahwa kinerja mental dapat ditingkatkan secara luar
biasa dengan menggunakan teknik tertentu. Bangsa Yunani mengembangkan sistem
memori mendasar yang disebut mnemonik (yang membantu ingatan), sebuah nama yang
diambil dari nama Dewi Memori yang mereka puja yaitu Mnemosyne. Teknik
mnemonic ini dipertukarkan diantara anggota kaum intelektual yang elit di masa
itu, dan dipergunakan untuk tugas mengingat hal yang sangat banyak dengan
prestasi tinggi dalam masyarakat yang memberikan kekuatan pribadi, ekonomi,
politik, dan militer kepada orang yang melakukannya. Jadi bangsa Yunani adalah
Gladiator pikiran, dimana stadionnya adalah gelanggang intelektual dan senjata
utamanya adalah memori.
Ingatan
atau sering disebut memory adalah sebuah fungsi dari kognisi yang
melibatkan otak dalam pengambilan informasi. Ingatan akan dipelajari lebih
mendalam di psikologi kognitif dan ilmu saraf. Pada umumnya para ahli memandang
ingatan sebagai hubungan antara pengalaman dengan masa lampau. Apa yang telah
diingat adalah hal yang pernah dialami, pernah dipersepsinya, dan hal tersebut
pernah dimasukkan kedalam jiwanya dan disimpan kemudian pada suatu waktu
kejadian itu ditimbulkan kembali dalam kesadaran. Ingatan merupakan kemampuan
untuk menerima dan memasukkan (learning), menyimpan (retention)
dan menimbulkan kembali apa yang pernah dialami (remembering). ingatan adalah
penyimpanan informasi disetiap waktu. Para psikologi pendidikan
mempelajari bagaimana informasi pada awalnya ditempatkan atau dikodekan menjadi
ingatan, bagaimana informasi disimpan setelah dikodekan dan bagaimana informasi
ditemukan atau dipanggil kembali untuk tujuan tertentu diwaktu yang akan
datang. Bagian utam dari memory ini adalah berfokus pada pengodean,
penyimpanan, dan pemanggilan kembali.
Supaya memory berfungsi, anak-anak harus mengambil informasi,
menyimpannya atau menyampaikannya, serta kemudian mendapatkannya kembali untuk
tujuan tertentu di kemudian hari (John W Santrock 2012).
Dalam
proses mengingat informasi ada 3 tahapan yaitu memasukkan informasi (encoding), penyimpanan (storage), dan mengingat (retrieval stage).
1.
Fungsi Memasukkan (Encoding)
Proses
Encoding (pengkodean terhadap apa yang dipersepsi dengan cara mengubah
menjadi simbol-simbol atau gelombang-gelombang listrik tertentu yang sesuai
dengan peringkat yang ada pada organisme). Jadi encoding merupakan suatu
proses mengubah sifat suatu informasi ke dalam bentuk yang sesuai dengan
sifat-sifat memori organisme. Proses ini sangat mempengaruhi lamanya suatu
informasi disimpan dalam memori.
Proses
pengubahan informasi ini dapat terjadi dengan dua cara, yaitu:
ü Tidak
sengaja, yaitu apabila hal-hal yang diterima oleh inderanya
dimasukkan dengan tidak sengaja ke dalam ingatannya. Contoh konkritnya dapat
kita lihat pada anak-anak yang umumnya menyimpan pengalaman yang tidak
disengaja, misalnya bahwa ia akan mendapat apa yang diinginkan jika ia menangis
keras-keras sambil berguling-guling.
ü Sengaja,
yaitu bila individu dengan sengaja memasukkan pengalaman dan pengetahuan ke
dalam ingatannya. Contohnya kita sebagai mahasiswa, dimana dengan sengaja kita
memasukkan segala hal yang dipelajarinya di perguruan tinggi.
2.
Fungsi Menyimpan (Storage)
Fungsi
kedua dari ingatan adalah mengenai penyimpanan (penyimpanan terhadap apa yang
telah diproses dalam encoding, apa yang dipelajari atau apa yang
dipersepsi). Sesuatu yang telah dipelajari
biasanya akan tersimpan dalam bentuk jejak-jejak (traces) dan bisa
ditimbulkan kembali. Jejak-jejak tersebut biasa juga disebut dengan memory
traces. Walaupun disimpan namun jika tidak sering digunakan maka memory
traces tersebut bisa sulit untuk ditimbulkan kembali bahkan juga hilang,
dan ini yang disebut dengan kelupaan. Sehubungan dengan masalah retensi dan
kelupaan, ada satu hal yang penting yang dapat dicatat, yaitu mengenai interval
atau waktu antara memasukkan dan menimbulkan kembali.
Masalah intercal dapat dibedakan atas lama interval dan isi interval:
1.
Lama interval, yaitu berkaitan dengan lamanya waktu pemasukan bahan (act of
remembering). Lama interval berkaitan dengan kekuatan retensi. Makin lama
intervalnya, makin kurang kuat retensinya, atau dengan kata lain kekuatan
retensinya menurun.
2.
Isi interval, yaitu berkaitan dengan aktivitas-aktivitas yang terdapat atau mengisi
interval. Aktivitas-aktivitas yang mengisi interval akan merusak atau
mengganggu memory traces, sehingga kemungkinan individu akan mengalami
kelupaan.
Atas dasar lama interval dan isi
interval, hal tersebut merupakan sumber atau dasar berpijak dari teori-teori
mengenai kelupaan.
3.
Fungsi Menimbulkan Kembali (Retrival)
Fungsi ketiga ingatan adalah berkaitan dengan
menimbulkan kembali hal-hal yang disimpan dalam ingatan. Proses mengingat
kembali merupakan suatu proses mencari dan menemukan informasi yang disimpan
dalam memori untuk digunakan kembali bila dibutuhkan. Mekanisme dalam proses
mengingat kembali sangat membantu organisme dalam menghadapi berbagai persoalan
sehari-hari. Seseorang dikatakan “Belajar dari Pengalaman” karena ia mampu
menggunakan berbagai informasi yang telah diterimanya di masa lalu untuk
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi saat ini juga.
Menimbulkan kembali ingatan yang
sudah disimpan dapat menggunakan cara:
v Recall, yaitu proses mengingat kembali
informasi yang dipelajari di masa lalu tanpa petunjuk yang dihadapkan pada
organisme. Conyohnya mengingat nama seseorang tanpa kehadiran orang yang
dimaksud.
v Recognize, yaitu proses mengenal kembali
informasi yang sudah dipelajari melalui suatu petunjuk yang dihadapkan pada
organisme. Contohnya mengingat nama seseorang saat ia berjumpa dengan orang
yang bersangkutan.
v Redintegrative,
yaitu proses mengingat dengan menghubungkan berbagai informasi menjadi suatu
konsep atau cerita yang cukup kompleks. Proses mengingat reintegrative terjadi
bila seseorang ditanya sebuah nama, misalnya Siti Nurbaya (tokoh sinetron),
maka akan teringat banyak hal dari tokoh tersebut karena orang tersebut telah
menontonnya berkali-kali.
F. Eksperimen
Mengenai Ingatan
Beberapa
metode yang digunakan dalam penelitian ingatan dapat dikemukakan sebagai
berikut:
1.
Metode dengan melihat waktu atau usaha belajar (the learning
time method)
Metode
ini merupakan metode penelitian ingatan dengan melihat sejauh mana waktu yang
diperlukan oleh seseorang untuk dapat menguasai materi yang dipelajari dengan
baik, seperti dapat mengingat kembali materi tersebut tanpa kesalahan.
Misalnya
seseorang yang disuruh mempelajari suatu syair lagu dan orang tersebut harus
menimbulkan kembali syair tanpa ada kesalahan. Bila kriteria ini telah
terpenuhi, maka diukur waktu yang diperlukan hingga mencapai kriteria tersebut.
Individu yang satu lebih cepat daripada individu yang lain, tetapi ada pula
yang lambat. Hal tersebut menunjukkan bahwa waktu atau usaha yang dibutuhkan
oleh seseorang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan masing-masing.
2.
Metode belajar kembali (the relearning method)
Metode
ini merupakan metode yang berbentuk dimana suatu individu disuruh mempelajari
kembali materi yang telah dipelajari sampai pada suatu kriteria tertentu. Dalam
relearning, untuk mempelajari materi yang sama untuk kedua kalinya
membutuhkan waktu yang relatif lebih singkat dibanding dengan pertemuan
pertama.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa semakin sering dipelajari, semakin singkat waktu yang
dibutuhkan untuk mempelajarinya, dan semakin banyak materi yang dapat diingat
dengan baik, dan makin sedikit materi yang dilupakan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa proses relearning ada waktu yang dihemat untuk disimpan. Oleh
karena itu metode ini disebut juga dengan metode saving method.
3.
Metode rekonstruksi
Metode
ini menugaskan individu untuk mengkronstruksi kembali materi yang telah
diberikan kepadanya. Dalam mengkonstruksi kembali dapat diketahui waktu yang
digunakan, kesalahan-kesalahan yang diperbuat, sampai pada kriteria tertentu.
Contohnya seperti bermain puzzle.
4.
Metode mengenali kembali (recognition)
Dalam
metode ini penelitian dalam memori ditekankan pada recognition (mengenal
kembali). Jadi subjek diminta untuk mempelajari materi kemudian materi tadi
disajikan ulang dengan penyertaan materi lain. Adanya materi lain untuk mentes
subjek apakah ia mampu mengenal kembali materi yang telah dipelajari sebelumnya
diantara materi-materi lain yang disajikan.
5.
Metode mengingat kembali
Dalam
metode ini yang ditekankan adalah proses recall (mengingat kembali)
terhadap apa yangtelah dipelajari sebelumnya. Misalnya pada tes yang berbentuk
essai atau pada tugas-tugas pengarang dimana subjek diminta untuk mengingat
kembali peristiwa atau pengalaman yang dialaminya.
6.
Metode asosiasi berpasangan
Metode
ini mengambil bentuk subjek disuruh mempelajari materi secara
berpasang-pasangan. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan mengingat apa
yang telah dipelajarinya, maka dalam evaluasi, salah satu pasangan digunakan
sebagai stimulus, dan subjek disuruh menampilkan kembali (baik recall maupun
recognition).
BAB
III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Dari
beberapa pendapat dan teori yang di kemukakan para ahli dapat disimpulkan bahwa, lupa adalah hilangnya
kemampuan untuk mengingat kembali apa yang telah atau apa yang akan dilakukan
oleh seseorang. Selanjutnya transfer
belajar adalah suatu proses pemindahan atau pengiriman ilmu yang dilakukan
oleh seseorang kepada orang lain. Kemudian memory
(ingatan) merupakan kemampuan untuk menerima dan memasukkan, menyimpan dan
menimbulkan kembali apa yang pernah dialami. Ingatan adalah
penyimpanan informasi disetiap waktu dan dapat di panggil kapanpun.
B.
SARAN
Penulisan
makalah ini sangat jauh dari kata sempurna oleh karena itu saran yang sifatnya
membangun dari para pembaca sangat saya butuhkan untuk kesempurnaan makalah
ini. Di harapkan untuk para calon guru hendaknya memahami secara mendalam teori-teori
dalam psikologi belajar, dalam hal ini teori mengenai lupa, transfer belajar
dan memori (lupa) karena itu sangat penting untuk menunjang keberhasilan
belajar. Dengan memahami teori-teori dalam psikologi belajar kita akan dapat
dengan mudah menghadapi anak didik kita.
DAFTAR
PUSTAKA
Syah, Muhibbin.
2011. PSIKOLOGI BELAJAR. Cetakan
kesebelas. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Syah,
Muhibbin. 2001. PSIKOLOGI BELAJAR.
Cetakan ketiga. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.
Djaramah,
Syaiful Bahri. 2002. PSIKOLOGI BELAJAR. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Santrock,
John W. 2012. PSIKOLOGI PENDIDIKAN.
Jakarta: Salemba Humanika.
Walgito,
Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.
Langganan:
Postingan (Atom)