Sabtu, 02 Mei 2015

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU AKHLAK



1.      Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2010. Hal. 57-88. Xvi, 322 hlmn.
2.      Mustofa. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia. 2014. Xvi, 296 hlmn.


OLEH
KELOMPOK : VII




OLEH
1.      KALSUM                                        (15.1.13.9.216)
2.      NADIA NAMIRA                          (15.1.13.9.221)
3.      TRIA AMI LAKSMI                      (15.1.13.9.225)
4.      NUR HIDAYATULLAH  
         (15.1.13.9.247)
5.      KHAIRUL ARRASYID   
         (15.1.13.9.249)               
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM
2014

SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU AKHLAK.
A.    ILMU AKHLAK DI LUAR AGAMA ISLAM
1.      Akhlak pada Bangsa Yunani
Pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Akhlak pada bangsa Yunani baru terjadi setelah munculnya apa yang disebut Sophisticians, yaitu orang-orang yang bijaksana (500-450 SM). Penyelidikan ahli –ahli filsafat  Yunani kuno  tidak banyak memperhatikan pada akhlak, kebanyakan penyelidikannya mengenai  alam. Sehingga datang Sophisticians ialah orang yang bijaksana  yang menjadi guru terbesar di beberapa  negeri. Pikiran dan pendapat mereka berbeda –beda, tetapi  tujuan mereka adalah satu, yaitu  menyiapkan  angkatan muda bangsa yunani, agar menjadi nasionalis yang baik lagi merdeka dan mengetahui kewajiban  mereka terhadap  tanah airnya.
Dasar  yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun Ilmu Akhlak adalah pemikiran filsafat tentang manusia, atau pemikiran tentang manusia. Sejarah mencatat bahwa filosof Yunani yang pertama kali mengemukakan pemikiran di bidang akhlak adalah Socrates (469-399). Socrates dipandang sebagai perintis Ilmu Akhlak karena ia yang pertama kali berusaha sungguh-sungguh membentuk pola hubungan antar manusia dengan dasar pengetahuan. Dia berpendapat bahwa akhlak dan bentuk pola hubungan itu tidak akan benar, kecuali bila didasarkan pada ilmu pengetahuan sehingga ia berpendapat bahwa keutamaan itu adalah Ilmu. Akibatnya maka timbullah beberapa golongan. Golongan pertama, Cynics berpusat pada Tuhan dengan cara manusia berupaya mengidentifikasikan sifat Tuhan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari yang wujudnya tampil sebagai seorang zahid. Cynics berpendapat bahwa kebahagian itu menyingkirkan kelezatan dan mengurangi sedapat mungkin. Sedangkan golongan kedua Cyrenics bersikap memusat pada manusia (anthropocentris) dengan cara manusia mengoptimalkan perjuangan dirinya dan memenuhi kelezatan hidupnya. Cyrenics berpendapat bahwa kebahagian itu dalam menapai kelezatan dan mengutamakannya.
Pada tahap selanjutnya datanglah Plato (427-347 SM). Ia adalah seorang ahli filsafat Athena dan murid dari Socrates. Pandangannya dalam bidang akhlak berdasarkan pada teori contoh. Teori contoh ini digunakan Plato untuk menjelaskan masalah akhlak. Di antara contoh ini adalah contoh untuk kebaikan yaitu arti mutlak, azali, kekal dan amat sempurna. Dalam pandangan akhlaknya, Plato tampak memadukan antara unsure yang datang dari diri manusia sendiri dan unsure yang datang dari luar. Unsur dari diri manusia berupa akal pikiran dan potensi rohaniah, sedangkan unsure dari luar berupa pancaran nilai-nilai luhur dari yang bersifat mutlak. Perpaduan dari kedua inilah yang membawa manusia menjadi orang yang utama. Berdasarkan pada teori ini, pokok-pokok keutamaan ada empat, yaitu hikmah (kebijaksanaan), keberanian, keperwiraan dan keadilan. Kempat –empatnya itu adalah tiang penegak bangsa –bangsa dan perseorangan. Hikmah ialah keutamaan yang menguasai dan mengatur diri seseorang, keberanian adalah keutamaan dengan itu sedapat mungkin menolak kejahatan dengan keperwiraan.
Setelah Plato, datang pula Aristoteles (394-322 SM) sebagai seorang murid Plato. Aristoteles berpendapat bahwa tujuan akhir yang dikehendaki oleh manusia dari apa yang dilakukannya adalah bahagia atau kebahagiaan. Menurutnya tiap-tiap keutamaan adalah tengah-tengah di antara kedua keburukan. Misalnya Dermawan adalah tengah-tengah antara boros dan kikir, keberanian adalah tengah-tengah antara membabi buta dan takut.
Setelah aristoteles datang “Stoics” dan “Epicuric”  mereka berbeda penyelidikanya dalam akhlak  “stoics” berpendirian sebagai paham “Cynics”, dan telah kami beri pejelasan secukupnya. Akan tetapi perlu kami katakan disini, bahwa paham “ stoics” ini diikuti oleh banyak ahli filsafat di yunani dan romawi, rome ialah seneca ( 6 SM  - 65 M ). Epicetetus (60 – 140 M ) dan kaisar marcus orleus ( 121 – 180 M).

2.      Akhlak pada Agama Nasrani
Pada akhir abad ketiga Masehi tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama ini telah berhasil mempengaruhi pemikiran manusia dan membawa pokok-pokok ajaran akhlak yang tersebut dalam kitab Taurat dan Injil. Menurut agama ini bahwa Tuhan adalah sumber akhlak. Tuhanlah yang menentukan dan membentuk patokan-patokan akhlak yang harus dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Menurut agama ini yang disebut baik ialah perbuatan yang disukai Tuhan serta berusaha melaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Dengan demikian ajaran akhlak pada agama Nasrani ini bersifat teo-centri (memusat pada Tuhan) dan sufistik (bercorak batin). Menurut ahli-ahli filsafat Yunani bahwa pendorong buat melakukan perbuatan baik ialah pengetahuan dan kebijaksanaan, sedangkan menurut agama Nasrani bahwa pendorong berbuat kebaikan ialah cinta dan iman kepada Tuhan berdasrkan petunjuk kitab Taurat.
3.      Akhlak pada Bangsa Romawi (Abad Pertengahan).
Kehidupan masyarakat Eropa di abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Yunani serta menantang penyiaran ilmu dan kebudayaan. Gereja berkeyakinan “hakikat” telah diterima dari wahyu. Namun demikian sebagai orang dari kalangan gereja ada yang mempergunakan pemikiran Plato, Aristoreles dan Stoics untuk memperkuat ajaran gereja dan mencocokkannya dengan akal.
Dengan demikian ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan adalah ajaran akhlak yang dibangun dari perpaduan antara ajaran Yunani dan ajaran Nasrani. Diantara mereka yang termasyhur ialah Abelard, seorang ahli filsafat Perancis (1079-1142) dan Thomas Aquinas, seorang ahli filsafat Agama berkebangsaan Itali (1226-1274).
4.      Akhlak pada Bangsa Arab
Bangsa Arab pada zaman Jahiliyah tidak mempunyai ahli-ahli filsafat yang mengajak pada  aliran paham tertentu, sebagaimana yang di jumpai pada bangsa Yunani dan Romawi yang disebutkan diatas. Pada masa itu bangsa Arab hanya mempunyai ahli-ahli hikmah dan ahli syair. Di dalam kata hikmah dan syair dapat dijumpai ajaran yang memerintahkan agar berbuat baik dan menjauhkan keburukan , mendorong pada perbuatan yang tercela dan hina. Misalnya terlihat pada kata-kata hikmah yang dikemukakan Luqmanul Hakim, Akstam bin Shaifi, dan syair yang di karang oleh Zuhair bin Abu Sulma dan Hakim al-Thai.[1]
Setelah datang agama Islam, ada ajaran agar orang-orang percaya bahwa Allah, Sumber segala sesuatu di alam semesta ini. Segala yang ada di dunia ini baik itu gejala-gejala yang bermacam-macam dan mahkluk yang beraneka ragam warna, dari biji yang ada di bumi sampai dengan langit yang bertingkat, seluruhnya datang dari Allah. Dan dengan kekuasaannya, alam dapat berdiri dengan teratur.
Allah menjadikan manusia dalam bentuk yang paling baik (sempurna) dan mengadakan jalan yang harus ditempuh. Allah menetapkan juga beberapa keutamaan seperti benar dan adil dan menjadikan kebahagian di dunia dan kenikmatan di akhirat sebagai pahala bagi orang ysng mengikutinya. Demikian pula Allah menjadikan lawan keutamaan itu, seperti dusta dan kezaliman, larangan yang harus dijauhi, menjadikan sengsaraan di dunia dan siksa di akhirat sebagaimana hukuman bagi yang melakukan.
Penyelidikan akhlak secara alamiah    
Bangsa Arab masih sedikit yang menyelidiki akhlak berdasarkan ilmu pengetahuan. Karena agama adalah menjadi dasar kebanyakan buku-buku yang ditulis dalam ahklak, seperti yang kita lihat dalam bukunya Al-Ghazali dan Al-Mawardi.
Orang Arab yang melakukan penyelidikan tentang ahklak dengan dasar ilmu pengetahuan ialah Abu Nasr Al Farabi. Ia meninggal dunia pada tahun 339 H. Di samping juga Ikhwanus Sofa di dalam risalah brosurnya, dan Abu Ali Ibnu Sina (370-428 H). Mereka telah mempelajari filsafat-filsafat Yunani, terutama pendapat-pendapat bangsa Arab yang terbesar mengenai akhlak ialah Ibnu Maskawaih. Ia meninggal dunia pada tahun 421 H. dia telah menyusun kitabnya yang terkenal (Tahdzibul akhlaq wa tathhirul a’raaq). Dia telah menyampurkan ajaran Plato, Aristoteles, Galinus dengan ajaran-ajaran Islam. Ajaran Aristoteles banyak termasuk di dalam kitabnya, terutama penyelidikannya tentang jiwa.[2]

B.     AKHLAK PADA AGAMA ISLAM
Ajaran akhlak menemukan bentuknya yang sempurna pada agama islam dengan titik pangkalnya pada Tuhan dan akal manusia. Agama islam pada intinya mengajak manusia agar percaya kepada Tuhan dan mengakuinya bahwa Dia-lah Pencipta, Pemilik, Pemelihara, Pelindung, Pemberi Rahmat, Pengasih dan Penyayang terhadap segala makhluk-Nya. Segala apa yang ada di dunia ini, dari gejala-gejala yang bermacam-macam dan segala makhluk yang beraneka warna, dari biji dan binatang yang melata di bumi sampai dengan kepada langit yang berlapis semuanya milik Tuhan, dan diatur oleh-Nya.
Selain itu, agama islam juga mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memuat ajaran yang menuntun umat kepada kebahagiaan dan kesejahteraan. Semua ini terkandung dalam ajaran  Al-Qur’an yang diturunkan Allah dan ajaran sunnah yang didatangkan dari Nabi Muhammad SAW.
Al-Qur’an adalah sumber utama dan mata air yang memancarkan ajaran islam. Hukum-hukum islam yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang akidah, pokok-pokok akhlak dapat dijumpai sumber aslinya dari dalam Al-Qur’an.
Allah SWT, berfirman :

Sesungguhnya Al-Qur’an ini menunjukan kepada jalan yang lebih lurus. ( QS. Al-Isra’, 17 : 9 )
Kami menurunkan Al-Qur’an kepadamu untuk menjelaskan sesuatu.( QS. Al-Nahl, 16 : 89 )
            Adalah amat jelas bahwa dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat-ayat yang mengandung pokok-pokok akidah keagamaan, keutamaan akhlak dan prinsip-prinsip perbuatan. Perhatian ajaran islam terhadap pembinaan akhlak ini lebih lanjut dapat dilihat dari Al-Qur’an yang banyak sekali berkaitan dengan perintah untuk melakukan kebaikan, berbuat adil, menyuruh berbuat baik dan mencegah melakukan kejahatan dan kemungkaran.
Perhatikan ayat-ayat di bawah ini :             


Artinya :
Sesungguhnya Allah menyuruh ( kamu ) berbuat adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pengajaran.( QA Al-Nahl 16 : 90 )
            Ayat-ayat tersebut di atas memberikan petunjuk dengan jelas  bahwa Al-Qur’an sangat memperhatikan masalah pembinaan akhlak, dan sekaligus menunjukan macam-macam perbuatan yang ternasuk akhlak yang mulia. Ayat-ayat tersebut di atas menyebutkan tentang keadilan, berbuat kebajikan, dan memberi makan kepada kaum kerabat. Sedangkan pada ayat-ayat lain dalam Al-Qur’an yang tidak disebutkan seluruhnya di sini, dapat dijumpai perintah beribadah kepada Allah, maengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi, berbuat baik kepada Ibu-Bapak, berbuat dan berkata yang sopan, menghargai pendapat orang lain, bersikap zuhud, sabar, ikhlas, amanah, jujur, benar, tawaddu, tawakkal, ridla, qana’ah, menjaga tarji, menghindari perbuatan yang tidak ada gunanya, menyebarkan keselamatan di muka bumi, kasih sayang kepada sesama, bertolong-tolongan dalam kebaikan dan sebagainya.
Selain berisi perintah, Al-Qur’an juga mengandung larangan, seperti larangan berbuat syirik ( menyekutukan Tuhan dengan selain-Nya ), durhaka kepada kedua orang tua, mencuri, berzina, meminum minuman keras ( yang memabukan ), berjudi, bersumpah palsu, mengurangi timbangan dan sebagainya. Semua larangan ini ditujukan untuk kebaikan dan keselamatan manusia. Orang yang menjauhi perbuatan tersebut akan terbebas dari kesesatan dan kesengsaraan, sedangkan orang yang mengerjakan perbuatan tersebut akan mengalami akibatnya baik di dunia ini maupun di akhirat. Hal yang demikian misalnya dinyatakan dalam ayat-ayat sebagai berikut :

Artinya ;
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah pada keduanya tersebut tedapat dosa besar dan manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. ( QS. Al-Baqarah 2 : 219 )


Artinya ;
Dan janganlah engkau dekati perbuatan zina karena ( di dalamnya ) terdapat keburukan dan merupakan jalan yang buruk.( QS Al-Maidah: 32 )
Ayat-ayat di atas menunjukan sebagian dari perbuatan buruk yang dilarang Tuhan, yaitu meminum minuman keras, berjudi, menentang Allah dan berbuat zina. Jika hal ini sudah mendarah-daging dapat menganggu kehidupan rumah tangga, mengancam perekonomian masyarakat dan membawa pada kehancuran moral.
            Ayat-ayat tersebut di atas menunjukan dengan jelas ajaran akhlak dalam islam dengan sumbernya Al-Qur’an demikian lengkap dan mendalam. Yakni tidak melarang dan memerintah saja, melainkan menunjukan dengan jelas manfaat yang terkandung dalam perintah tersebut dan bahaya yang terkandung dalam larangan.  
            Perhatian islam dalam pembinaan akhlak lebih lanjut dapat dijelaskan dengan universalitas Al-Qur’an mengenai jalan yang harus ditempuh manusia. Hasil penelitian Thabathabi terhadap Al-Qur’an mengenai jalan yang harus ditempuh manusia itu ada tiga macam, dengan uraianya secara singkat sebagai berikut.
            Pertama, menurut petunjuk Al-Qur’an, dalam hidupnya manusia hanya menuju kepada kebahagiaan, ketenangan dan pencapaian cita-citanya. Kebahagiaan dan ketenangan merupakan suatu warna khusus di antara warna-warna kehidupan yang diinginkan manusia, yang di naungannya ia berharap menemukan kemerdekaan, kesejahteraan, kesentosaan, dan lain-lain.
            Kedua, perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia senantiasa berada dalam suatu kerangka peraturan dan hukum tertentu. Hal ini merupakan suatu kebenaran yang tidak dapat diingkari, dalam suatu keadaan, mengingat begitu jelas dan gamblangnya persoalan. Hal itu disebabkan karena manusia yang mempunyai akal melakukan sesuatu setelah ia menghendakinya.
            Sesungguhnya, makan dan minum, tidur dan bangun, duduk dan berdiri, pergi dan datang semua perbuatan ini dan perbuatan-perbuatan lain yang dilakukan manusia pada beberapa keadaan, merupakan keharusan baginya dan pada keadaan yang lain, tidak merupakan keharusan yakni, bermanfaat baginya suatu saat, dan membahayakan pada saat yang lain. Dengan demikian perbuatan sosial dan individualnya tersebut dapat bernilai akhlak apabila dilakukan denga tulus ikhlas dan pilihan sendiri.
            Teori ini dinyatakan dalam ayat yang berbunyi :

Artinya :
Tiap-tiap umat memiliki kiblatnya sendiri yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.( QS Al-Baqarah 2 : 148 )
Ketiga, jalan hidup yang terbaik dan terkuat manusia adalah jalan hidup berdasarkan fitrah, bukan berdasarkan emosi dan dorongan hawa nafsu.
Sebagai contoh dapat diperhatikan biji gandum. sejak hari pertama diletakan di tanah, ia berjalan dalam proses penyempurnaan. Menghijau dan tumbuh sampai terbentuknya bulir-bulir yang lipatanya berisi banyak biji gandum. Demikian pula dengan biji padi, kenari, mangga, durian dan lain sebagainya. Al-Qur’an selanjutnya banyak berbicara tentang ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, sedekah dan lain sebagainya.
                       
Selanjutnya perintah melaksanakan ibadah haji ditujukan agar orang mau bersyukur, mengingat Allah, bersaudara dengan sesama muslim lainnya, berakhlak mulia, menjauhi perbuatan buruk, berkata keji dan lain sebagainya. Demikian juga jika di dalam Al-Qur’an berkenaan dengan sifat-sifat Tuhan, maka tujuannya antara lain agar manusia menghiasi dirinya dengan akhlak dan sifat Tuhan tersebut menurut kadar kesanggupan manusia.
            Selanjutnya perhatian Islam terhadap pembinaan akhlak dapat pula dijumpai dari perhatian Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana terlihat dalam ucapan dan perbuatanya yang mengandung akhlak. Di dalam haditsnya, misalnya kita menemukan pernyataan bahwa beliau diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Orang yang paling berat timbangan amal baiknya di akhirat adalah orang yang paling mulia akhlaknya. Orang yang paling sempurna amanya adalah orang yang paling baik akhlaknya.
Tegasnya beliau mengatakan sebagai berikut :
بُعِثًتُ لِاُ تمِمَ مَكَا رِ مَ اًلاَخٌلاَ قٌ
Artinya :
Aku diutus ( oleh Allah ) untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.( HR.Ahmad )
            Ucapan-ucapan Nabi yang berkenaan dengan pembinaan akhlak yang mulia itu diikuti pula oleh perbuatanya dan keperibadianya. Beliau di kenal sebagai orang shadik (benar), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan dakwah), fatanah (cerdas). Adapun akhlak Rasulullah yang demikian itu dinyatakan dalam ayat-ayat sebagai berikut :

Artinya :
Pada diri Rasulullah itu terdapat suri teladan yang baik-baik buat kamu sekalian.( QS Al-Ahzab 33 : 21 )
            Ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut memberi petunjuk dengan jelas bahwa akhlak dalam ajaran agama islam menemukan bentuknya yang lengkap dan sempurna, sehingga dapat dikatakan islam adalah agama akhlak.
            Namun demikian dalam pembentukan akhlak ini, Islam juga menghargai pendapat akal pikiran yang sehat yang sejalan dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Peranan akal pikiran demikian besar dan dihargai adanya, termasuk perananya dalam menjabarkan akhlak. Ajaran akhlak yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Sunnah bersifat absolut dan universal serta mutlak, yakni tidak dapat ditawar-tawar lagi dan berlangsung sepanjang zaman. Dengan cara demkian ajaran akhlak dalam islam dapat diterima oleh seluruh masyarakat berdasarkan hasil ijtihad akal pikiran. Sebagai contoh menutup aurat adalah merupakan akhlak yang bersifat absolut, mutlak dan universal, tetapi bagamana cara menutup aurat itu dapat berbeda-beda. Untuk menentukan cara dan bentuk menutup aurat tersebut diperlukan pemikiran akal yang sehat. Demikian pula menghormati kedua orang tua, ayah dan ibu adalah akhlak yang bersifat mutlak, universal dan absolut.
            Sejalan dengan masuknya pemikiran filsafat Yunani ke dalam Islam pada  zaman Daulat Abbasiyah ( 8-13 Masehi ), akhlak dalam islam di warnai oleh corak yang bersifat falsafi dan rasionalitik. Para mutakallimin dari kalangan Muktazilah misalnya banyak menggunakan akal pikiran sebagaimana terlihat dalam ajaran pokok yang lima, yaitu Al-Tauhid ( mengesakan Allah ), Al-Adl ( keadilan ), Al-Wa’ad wa Al-Wa’id ( janji baik dan ancaman buruk ), Al-Manzilah bain Al-manzilatain ( posisi di antara dua posisi ) dan Al-Amr Al-Ma’ruf wa Al-Nahy an Al-Munkar ( perintah mengerjakan yang baik dan mencegah perbuatan yang buruk )
            Kelima ajaran muktazilah yang diketahui banyak dipengaruhi pemikiran filsafat Yunani itu sangat erat kaitanya dengan akhlak. Itulah sebabnya tidak mengherankan jika Ahmad Mahmud Shubhi menulis buku berjudul Al-Falsafah Al-Akhlakiyah fi Al-Fikri Al-Islami ( Falsafah Akhlak Dalam Pemikiran Islam ). Dalam buku tersebut ajaran Muktazilah yang lima itu telah dikembangkan menjadi akhlak yang bercorak falsafi. Salah satu ajaran tentang keadilan sebagaimana telah dituraikan di atas ternyata merupakan induk akhlak. Dalam ajaran Muktazilah keadilan juga menempati posisi puncak.
C.      AKHLAK PADA ZAMAN BARU     
Pada akhir abad limabelas masehi, Eropa mulai menglami kebangkitan dalam bidang filsafat, Ilmu pengetahuan dan teknologi. Para ahli bangsa eropa termasuk itali mulai meningkatkan kegiatan dalam bidang filsafat Yunani, ilmu pengetahuan teknologi tersebut akan mulai difungsikan, segala sesuatu dikecam dan diselidiki, sehingga tegaklah kemerdekaan berfikir. Dan mulai melihat sesuatu dengan pandangan baru, dan mempertimbangkannya dengan ukuran yang baru. Di antara yang mendapat kecaman dan penyelidikan ialah persoalan ahklak yang dibawa oleh bangsa Yunani dan bangsa- bangsa lainnya.
 Kehidupan mereka yang semula terikat pada dogma kristiani, khayal dan mitos mulai digeser dengan memberikan peran yang lebih besar kepada kemampuan akal pikiran. Segala sesuatu yang selama ini dianggap mapan mulai diteliti, dikritik dan diperbaharui, hingga akhirnya mereka menerapkan pola bertindak dan berpikir secara liberal.
Akhlak yang mereka bangun didasarkan pada penyelidikan menurut kenyataan emperik dan tidak mengikuti gambaran-gambaran khayal atau keyakinan yang terdapat dalam ajaran agama. Pandangan baru terhadap akhlak tersebut pada tahap selanjutnya mampu mengubah konsep-konsep akhlak termasuk dalam menilai sesuatu yang baik dan mulia.
Banyak tokoh pemikir akhlak yang lahir pada abad baru ini. Mereka itu diantarannya adalah Descartes, Shafesbury dan Hatshon, Bentham, JhonStuart Mill Kant dan Bertrand Russel. Pemikiran akhlak telah banyak mereka kemukakan dan tersebar dalam berbagai literatur mengenai etika, dan sebagian menjadi pedoman hidup masyarakat barat dan eropa hingga saat ini.
Ahli filsafat prancis yaitu Descartes termasuk pendiri filsafat baru dalam ilmu pengetahuan dan filsafat. Ia telah menciptakan dasar-dasar baru, di antarnya adalah:
a.       Tidak menerima sesuatu yan belum diperiksa akal dan nyata adanya.
b.      Di dalam menyelidiki harus kita mulai dari yang sekecil-kecilnya yang semudah-mudahnya, lalu meningkatkan kea rah yang lebih banyak susunannya.
c.       Wajib bagi kita jangan menetapkan sesuatu hokum akan kebenaran sesuatu soal, sehingga menyatakan dengan ujian.
Descartes yang namanya disebutkan di atas adalah seoramg ahli filsafat perancis yang hidup antara tahun 1596-1650 M. Pandangannya mengenai akhlak sangat bersifat rasionalistik dan empirik. Ia tidak menerima segala sesuatu yang didasarkan pada sangkaan dan apa yang ditumbuhkan dari adat kebiasaan wajib ditolak. Segala sesuatu baru dapat diterima apabila telah lulus dari pengujian dan penyelidikan secara nasionalistik dan empirik.
Selanjutnya Shafesbury dan Hatshson adalah tokoh yang memiliki pandangan akhlak yang bersifat anthopocentris (mendasarkan diri pada kemampuan manusia). Kedua tokoh tersebut berkata bahwa di dalam diri manusia terdapat indera insting yang dapat mengetahui dengan sendirinya terhadap sesuatu yang baik atau yang jahat, indah dan buruk.
Selanjutnya Bentham (1748-1832) dan Jhon Stuart Mill (1906-1873) keduanya termasuk tokoh yang banyak terpengaruh oleh pemikiran Epicurus dengan cara mengubahnya menjadi paham utilitarianisme, yaitu paham yang semula didasarkan pada kebahagiaan yang bersifat individualistik kepada kebahagiaan yang besifat universalistik.
Pemikiran tentang akhlak ini selanjutnya dapat dijumpai pada immanuel kant. Pemikiran akhlak yang dikemukakkan Immanuel Kant juga besifat antropocentris (memusat pada kemampuan dan potensi manusia). Kant berpendapat bahwa kriteria perbuatan akhlak adalah perasaan kewajiban intuisif. Kant mempunyai sebuah keyakinan berkaitan dengan manusia. Keberadaan tuhan hanya bisa didapat melalui intusi akhlak. Mungkin di dunia ini tidak ada seorangpun  filosof yang begitu atas nisan immanuel Kant tertuliskan pertkataannya yang sangat populer yang berbunyi “Dua hal yang selalu membangunkan perasaan: langit yang dipenuhi oleh bintang dan intuisi yang berada dalam sanubarinya”.
Pokok bahasan tentang intuisi diklasifikasikan menjadi empat:
v  Intuisi mencari hakikat atau mencari ilmu pengetahuan. Dengan intuisi ini banyak manusia yang menghabiskan usianya untuk diabadikan kepada pengembangan ilmu pengetahuan.
v  Intuisi etika dan akhlak, yakni cenderung kepada kebaikan bagaimana telah diuraikan diatas.
v  Intuisi estetika, yakni cenderung kepada segala sesuatu yang mendatangkan keindahan.
v  Intuisi agama, yaitu perasaan meyakini adanya yang menguasai alam dengan segala isinya, yakni tuhan.        
 Pemikir barat dibidang akhlak (etika) selanjutnya adalah Bertrand Russel. Corak pemikiran akhlak yang dimajukan tokoh ini bersifat metearilistik. Menurutnya manusia bersifat materialistik, dan dia tidak dari wujud benda. Berbeda dengan kant, russel menolak adanya intuisi akhlak dan keindahan esensial suatu perbuatan.  Menurut Russel manusia tidak mampu memahami keindahan dan keburukan pada perbuatan. Dia juga menolak keindahan dan keburukan roh. Menurut manusia sama sekali tidak mempunyai akal atau roh murni.



[1] Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010). Hal. 58-67
[2]  Mustofa. Akhlak Tasawuf. (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014). Hal.46

1 komentar:

  1. Casinos Near Harris, OK - MapyRO
    A map showing 의왕 출장마사지 casinos and other 나주 출장안마 gaming 남양주 출장샵 facilities located near Harris, OK. A map showing casinos and other gaming 구리 출장샵 facilities located 광주광역 출장샵 near Harris, OK.

    BalasHapus