1.
Abuddin
Nata. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2010. Hal. 57-88. Xvi,
322 hlmn.
2.
Mustofa.
Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia. 2014. Xvi, 296 hlmn.
OLEH
KELOMPOK : VII
OLEH
1.
KALSUM (15.1.13.9.216)
2.
NADIA
NAMIRA (15.1.13.9.221)
3.
TRIA
AMI LAKSMI (15.1.13.9.225)
4.
NUR HIDAYATULLAH
(15.1.13.9.247)
5.
KHAIRUL
ARRASYID
(15.1.13.9.249)
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM
2014
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU AKHLAK.
A.
ILMU
AKHLAK DI LUAR AGAMA ISLAM
1.
Akhlak
pada Bangsa Yunani
Pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Akhlak pada bangsa Yunani baru
terjadi setelah munculnya apa yang disebut Sophisticians, yaitu
orang-orang yang bijaksana (500-450 SM). Penyelidikan ahli –ahli filsafat Yunani kuno
tidak banyak memperhatikan pada akhlak, kebanyakan penyelidikannya
mengenai alam. Sehingga datang
Sophisticians ialah orang yang bijaksana
yang menjadi guru terbesar di beberapa
negeri. Pikiran dan pendapat mereka berbeda –beda, tetapi tujuan mereka adalah satu, yaitu menyiapkan
angkatan muda bangsa yunani, agar menjadi nasionalis yang baik lagi
merdeka dan mengetahui kewajiban mereka
terhadap tanah airnya.
Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam
membangun Ilmu Akhlak adalah pemikiran filsafat tentang manusia, atau pemikiran
tentang manusia. Sejarah mencatat bahwa filosof Yunani yang pertama kali
mengemukakan pemikiran di bidang akhlak adalah Socrates (469-399). Socrates dipandang
sebagai perintis Ilmu Akhlak karena ia yang pertama kali berusaha
sungguh-sungguh membentuk pola hubungan antar manusia dengan dasar pengetahuan.
Dia berpendapat bahwa akhlak dan bentuk pola hubungan itu tidak akan benar,
kecuali bila didasarkan pada ilmu pengetahuan sehingga ia berpendapat bahwa
keutamaan itu adalah Ilmu. Akibatnya maka timbullah beberapa golongan. Golongan
pertama, Cynics berpusat pada Tuhan dengan cara manusia berupaya
mengidentifikasikan sifat Tuhan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari yang wujudnya tampil sebagai seorang zahid. Cynics berpendapat
bahwa kebahagian itu menyingkirkan kelezatan dan mengurangi sedapat mungkin.
Sedangkan golongan kedua Cyrenics bersikap memusat pada manusia
(anthropocentris) dengan cara manusia mengoptimalkan perjuangan dirinya dan
memenuhi kelezatan hidupnya. Cyrenics berpendapat bahwa kebahagian itu dalam
menapai kelezatan dan mengutamakannya.
Pada tahap selanjutnya datanglah Plato (427-347 SM). Ia adalah
seorang ahli filsafat Athena dan murid dari Socrates. Pandangannya dalam bidang
akhlak berdasarkan pada teori contoh. Teori contoh ini digunakan Plato
untuk menjelaskan masalah akhlak. Di antara contoh ini adalah contoh untuk
kebaikan yaitu arti mutlak, azali, kekal dan amat sempurna. Dalam pandangan
akhlaknya, Plato tampak memadukan antara unsure yang datang dari diri manusia
sendiri dan unsure yang datang dari luar. Unsur dari diri manusia berupa akal
pikiran dan potensi rohaniah, sedangkan unsure dari luar berupa pancaran
nilai-nilai luhur dari yang bersifat mutlak. Perpaduan dari kedua inilah yang
membawa manusia menjadi orang yang utama. Berdasarkan pada teori ini,
pokok-pokok keutamaan ada empat, yaitu hikmah (kebijaksanaan), keberanian,
keperwiraan dan keadilan. Kempat –empatnya itu adalah tiang penegak bangsa
–bangsa dan perseorangan. Hikmah ialah keutamaan yang menguasai dan mengatur
diri seseorang, keberanian adalah keutamaan dengan itu sedapat mungkin menolak
kejahatan dengan keperwiraan.
Setelah Plato, datang pula Aristoteles (394-322 SM) sebagai seorang
murid Plato. Aristoteles berpendapat bahwa tujuan akhir yang dikehendaki oleh
manusia dari apa yang dilakukannya adalah bahagia atau kebahagiaan. Menurutnya
tiap-tiap keutamaan adalah tengah-tengah di antara kedua keburukan. Misalnya
Dermawan adalah tengah-tengah antara boros dan kikir, keberanian adalah
tengah-tengah antara membabi buta dan takut.
Setelah aristoteles datang “Stoics” dan “Epicuric” mereka berbeda penyelidikanya dalam
akhlak “stoics” berpendirian sebagai
paham “Cynics”, dan telah kami beri pejelasan secukupnya. Akan tetapi perlu
kami katakan disini, bahwa paham “ stoics” ini diikuti oleh banyak ahli
filsafat di yunani dan romawi, rome ialah seneca ( 6 SM - 65 M ). Epicetetus (60 – 140 M ) dan kaisar
marcus orleus ( 121 – 180 M).
2.
Akhlak
pada Agama Nasrani
Pada akhir abad ketiga Masehi tersiarlah agama Nasrani di Eropa.
Agama ini telah berhasil mempengaruhi pemikiran manusia dan membawa pokok-pokok
ajaran akhlak yang tersebut dalam kitab Taurat dan Injil. Menurut agama ini
bahwa Tuhan adalah sumber akhlak. Tuhanlah yang menentukan dan membentuk
patokan-patokan akhlak yang harus dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupan
sosial kemasyarakatan. Menurut agama ini yang disebut baik ialah perbuatan yang
disukai Tuhan serta berusaha melaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Dengan demikian ajaran akhlak pada agama Nasrani ini bersifat
teo-centri (memusat pada Tuhan) dan sufistik (bercorak batin). Menurut
ahli-ahli filsafat Yunani bahwa pendorong buat melakukan perbuatan baik ialah
pengetahuan dan kebijaksanaan, sedangkan menurut agama Nasrani bahwa pendorong
berbuat kebaikan ialah cinta dan iman kepada Tuhan berdasrkan petunjuk kitab
Taurat.
3.
Akhlak
pada Bangsa Romawi (Abad Pertengahan).
Kehidupan masyarakat Eropa di abad pertengahan dikuasai oleh
gereja. Yunani serta menantang penyiaran ilmu dan kebudayaan. Gereja
berkeyakinan “hakikat” telah diterima dari wahyu. Namun demikian sebagai orang
dari kalangan gereja ada yang mempergunakan pemikiran Plato, Aristoreles dan
Stoics untuk memperkuat ajaran gereja dan mencocokkannya dengan akal.
Dengan demikian ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad
pertengahan adalah ajaran akhlak yang dibangun dari perpaduan antara ajaran
Yunani dan ajaran Nasrani. Diantara mereka yang termasyhur ialah Abelard,
seorang ahli filsafat Perancis (1079-1142) dan Thomas Aquinas, seorang ahli
filsafat Agama berkebangsaan Itali (1226-1274).
4.
Akhlak
pada Bangsa Arab
Bangsa Arab pada zaman Jahiliyah tidak mempunyai ahli-ahli filsafat
yang mengajak pada aliran paham
tertentu, sebagaimana yang di jumpai pada bangsa Yunani dan Romawi yang
disebutkan diatas. Pada masa itu bangsa Arab hanya mempunyai ahli-ahli hikmah
dan ahli syair. Di dalam kata hikmah dan syair dapat dijumpai ajaran yang
memerintahkan agar berbuat baik dan menjauhkan keburukan , mendorong pada
perbuatan yang tercela dan hina. Misalnya terlihat pada kata-kata hikmah yang
dikemukakan Luqmanul Hakim, Akstam bin Shaifi, dan syair yang di karang oleh
Zuhair bin Abu Sulma dan Hakim al-Thai.[1]
Setelah datang
agama Islam, ada ajaran agar orang-orang percaya bahwa Allah, Sumber segala
sesuatu di alam semesta ini. Segala yang ada di dunia ini baik itu
gejala-gejala yang bermacam-macam dan mahkluk yang beraneka ragam warna, dari
biji yang ada di bumi sampai dengan langit yang bertingkat, seluruhnya datang
dari Allah. Dan dengan kekuasaannya, alam dapat berdiri dengan teratur.
Allah
menjadikan manusia dalam bentuk yang paling baik (sempurna) dan mengadakan
jalan yang harus ditempuh. Allah menetapkan juga beberapa keutamaan seperti
benar dan adil dan menjadikan kebahagian di dunia dan kenikmatan di akhirat
sebagai pahala bagi orang ysng mengikutinya. Demikian pula Allah menjadikan
lawan keutamaan itu, seperti dusta dan kezaliman, larangan yang harus dijauhi,
menjadikan sengsaraan di dunia dan siksa di akhirat sebagaimana hukuman bagi
yang melakukan.
Penyelidikan akhlak secara alamiah
Bangsa Arab masih sedikit yang menyelidiki akhlak berdasarkan ilmu
pengetahuan. Karena agama adalah menjadi dasar kebanyakan buku-buku yang
ditulis dalam ahklak, seperti yang kita lihat dalam bukunya Al-Ghazali dan
Al-Mawardi.
Orang Arab yang melakukan penyelidikan tentang ahklak dengan dasar ilmu
pengetahuan ialah Abu Nasr Al Farabi. Ia meninggal dunia pada tahun 339 H. Di
samping juga Ikhwanus Sofa di dalam risalah brosurnya, dan Abu Ali Ibnu Sina
(370-428 H). Mereka telah mempelajari filsafat-filsafat Yunani, terutama
pendapat-pendapat bangsa Arab yang terbesar mengenai akhlak ialah Ibnu
Maskawaih. Ia meninggal dunia pada tahun 421 H. dia telah menyusun kitabnya
yang terkenal (Tahdzibul akhlaq wa tathhirul a’raaq). Dia telah menyampurkan
ajaran Plato, Aristoteles, Galinus dengan ajaran-ajaran Islam. Ajaran
Aristoteles banyak termasuk di dalam kitabnya, terutama penyelidikannya tentang
jiwa.[2]
B. AKHLAK PADA AGAMA ISLAM
Ajaran akhlak menemukan bentuknya
yang sempurna pada agama islam dengan titik pangkalnya pada Tuhan dan akal manusia.
Agama islam pada intinya mengajak manusia agar percaya kepada Tuhan dan
mengakuinya bahwa Dia-lah Pencipta, Pemilik, Pemelihara, Pelindung, Pemberi
Rahmat, Pengasih dan Penyayang terhadap segala makhluk-Nya. Segala apa yang ada
di dunia ini, dari gejala-gejala yang bermacam-macam dan segala makhluk yang
beraneka warna, dari biji dan binatang yang melata di bumi sampai dengan kepada
langit yang berlapis semuanya milik Tuhan, dan diatur oleh-Nya.
Selain itu, agama islam juga
mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memuat ajaran yang
menuntun umat kepada kebahagiaan dan kesejahteraan. Semua ini terkandung dalam
ajaran Al-Qur’an yang diturunkan Allah
dan ajaran sunnah yang didatangkan dari Nabi Muhammad SAW.
Al-Qur’an adalah sumber utama dan
mata air yang memancarkan ajaran islam. Hukum-hukum islam yang mengandung
serangkaian pengetahuan tentang akidah, pokok-pokok akhlak dapat dijumpai
sumber aslinya dari dalam Al-Qur’an.
Allah SWT, berfirman :
Sesungguhnya Al-Qur’an ini menunjukan kepada jalan yang lebih
lurus. ( QS. Al-Isra’, 17 : 9 )
Kami menurunkan Al-Qur’an kepadamu untuk menjelaskan sesuatu.( QS.
Al-Nahl, 16 : 89 )
Adalah amat jelas
bahwa dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat-ayat yang mengandung pokok-pokok
akidah keagamaan, keutamaan akhlak dan prinsip-prinsip perbuatan. Perhatian
ajaran islam terhadap pembinaan akhlak ini lebih lanjut dapat dilihat dari
Al-Qur’an yang banyak sekali berkaitan dengan perintah untuk melakukan
kebaikan, berbuat adil, menyuruh berbuat baik dan mencegah melakukan kejahatan
dan kemungkaran.
Perhatikan ayat-ayat di bawah ini :
Artinya :
Sesungguhnya Allah menyuruh ( kamu ) berbuat adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pengajaran.( QA Al-Nahl 16 : 90 )
Ayat-ayat tersebut
di atas memberikan petunjuk dengan jelas
bahwa Al-Qur’an sangat memperhatikan masalah pembinaan akhlak, dan
sekaligus menunjukan macam-macam perbuatan yang ternasuk akhlak yang mulia.
Ayat-ayat tersebut di atas menyebutkan tentang keadilan, berbuat kebajikan, dan
memberi makan kepada kaum kerabat. Sedangkan pada ayat-ayat lain dalam
Al-Qur’an yang tidak disebutkan seluruhnya di sini, dapat dijumpai perintah beribadah
kepada Allah, maengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi, berbuat baik kepada
Ibu-Bapak, berbuat dan berkata yang sopan, menghargai pendapat orang lain,
bersikap zuhud, sabar, ikhlas, amanah, jujur, benar, tawaddu, tawakkal, ridla,
qana’ah, menjaga tarji, menghindari perbuatan yang tidak ada gunanya,
menyebarkan keselamatan di muka bumi, kasih sayang kepada sesama,
bertolong-tolongan dalam kebaikan dan sebagainya.
Selain berisi perintah, Al-Qur’an
juga mengandung larangan, seperti larangan berbuat syirik ( menyekutukan Tuhan
dengan selain-Nya ), durhaka kepada kedua orang tua, mencuri, berzina, meminum
minuman keras ( yang memabukan ), berjudi, bersumpah palsu, mengurangi
timbangan dan sebagainya. Semua larangan ini ditujukan untuk kebaikan dan keselamatan
manusia. Orang yang menjauhi perbuatan tersebut akan terbebas dari kesesatan
dan kesengsaraan, sedangkan orang yang mengerjakan perbuatan tersebut akan
mengalami akibatnya baik di dunia ini maupun di akhirat. Hal yang demikian
misalnya dinyatakan dalam ayat-ayat sebagai berikut :
Artinya ;
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah pada
keduanya tersebut tedapat dosa besar dan manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya. ( QS. Al-Baqarah 2 : 219 )
Artinya ;
Dan janganlah engkau dekati perbuatan zina karena ( di dalamnya )
terdapat keburukan dan merupakan jalan yang buruk.( QS Al-Maidah: 32 )
Ayat-ayat di atas menunjukan sebagian dari perbuatan buruk yang
dilarang Tuhan, yaitu meminum minuman keras, berjudi, menentang Allah dan
berbuat zina. Jika hal ini sudah mendarah-daging dapat menganggu kehidupan
rumah tangga, mengancam perekonomian masyarakat dan membawa pada kehancuran
moral.
Ayat-ayat tersebut
di atas menunjukan dengan jelas ajaran akhlak dalam islam dengan sumbernya
Al-Qur’an demikian lengkap dan mendalam. Yakni tidak melarang dan memerintah
saja, melainkan menunjukan dengan jelas manfaat yang terkandung dalam perintah
tersebut dan bahaya yang terkandung dalam larangan.
Perhatian islam
dalam pembinaan akhlak lebih lanjut dapat dijelaskan dengan universalitas
Al-Qur’an mengenai jalan yang harus ditempuh manusia. Hasil penelitian Thabathabi
terhadap Al-Qur’an mengenai jalan yang harus ditempuh manusia itu ada tiga
macam, dengan uraianya secara singkat sebagai berikut.
Pertama, menurut
petunjuk Al-Qur’an, dalam hidupnya manusia hanya menuju kepada kebahagiaan,
ketenangan dan pencapaian cita-citanya. Kebahagiaan dan ketenangan merupakan
suatu warna khusus di antara warna-warna kehidupan yang diinginkan manusia,
yang di naungannya ia berharap menemukan kemerdekaan, kesejahteraan,
kesentosaan, dan lain-lain.
Kedua,
perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia senantiasa berada dalam suatu
kerangka peraturan dan hukum tertentu. Hal ini merupakan suatu kebenaran yang
tidak dapat diingkari, dalam suatu keadaan, mengingat begitu jelas dan
gamblangnya persoalan. Hal itu disebabkan karena manusia yang mempunyai akal
melakukan sesuatu setelah ia menghendakinya.
Sesungguhnya, makan
dan minum, tidur dan bangun, duduk dan berdiri, pergi dan datang semua
perbuatan ini dan perbuatan-perbuatan lain yang dilakukan manusia pada beberapa
keadaan, merupakan keharusan baginya dan pada keadaan yang lain, tidak
merupakan keharusan yakni, bermanfaat baginya suatu saat, dan membahayakan pada
saat yang lain. Dengan demikian perbuatan sosial dan individualnya tersebut
dapat bernilai akhlak apabila dilakukan denga tulus ikhlas dan pilihan sendiri.
Teori ini
dinyatakan dalam ayat yang berbunyi :
Artinya :
Tiap-tiap umat memiliki kiblatnya sendiri yang ia menghadap
kepadanya. Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.( QS Al-Baqarah 2 : 148 )
Ketiga, jalan hidup yang terbaik dan
terkuat manusia adalah jalan hidup berdasarkan fitrah, bukan berdasarkan emosi
dan dorongan hawa nafsu.
Sebagai contoh dapat diperhatikan
biji gandum. sejak hari pertama diletakan di tanah, ia berjalan dalam proses
penyempurnaan. Menghijau dan tumbuh sampai terbentuknya bulir-bulir yang lipatanya
berisi banyak biji gandum. Demikian pula dengan biji padi, kenari, mangga,
durian dan lain sebagainya. Al-Qur’an selanjutnya banyak berbicara tentang
ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, sedekah dan lain sebagainya.
Selanjutnya perintah melaksanakan
ibadah haji ditujukan agar orang mau bersyukur, mengingat Allah, bersaudara
dengan sesama muslim lainnya, berakhlak mulia, menjauhi perbuatan buruk,
berkata keji dan lain sebagainya. Demikian juga jika di dalam Al-Qur’an
berkenaan dengan sifat-sifat Tuhan, maka tujuannya antara lain agar manusia
menghiasi dirinya dengan akhlak dan sifat Tuhan tersebut menurut kadar
kesanggupan manusia.
Selanjutnya
perhatian Islam terhadap pembinaan akhlak dapat pula dijumpai dari perhatian
Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana terlihat dalam ucapan dan perbuatanya yang
mengandung akhlak. Di dalam haditsnya, misalnya kita menemukan pernyataan bahwa
beliau diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Orang yang
paling berat timbangan amal baiknya di akhirat adalah orang yang paling mulia
akhlaknya. Orang yang paling sempurna amanya adalah orang yang paling baik
akhlaknya.
Tegasnya beliau mengatakan sebagai berikut :
بُعِثًتُ لِاُ تمِمَ مَكَا رِ مَ اًلاَخٌلاَ قٌ
Artinya :
Aku diutus ( oleh Allah ) untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.(
HR.Ahmad )
Ucapan-ucapan
Nabi yang berkenaan dengan pembinaan akhlak yang mulia itu diikuti pula oleh
perbuatanya dan keperibadianya. Beliau di kenal sebagai orang shadik (benar),
amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan dakwah), fatanah (cerdas). Adapun
akhlak Rasulullah yang demikian itu dinyatakan dalam ayat-ayat sebagai berikut
:
Artinya :
Pada diri Rasulullah itu terdapat
suri teladan yang baik-baik buat kamu sekalian.( QS Al-Ahzab 33 : 21 )
Ayat-ayat
dan hadits-hadits tersebut memberi petunjuk dengan jelas bahwa akhlak dalam
ajaran agama islam menemukan bentuknya yang lengkap dan sempurna, sehingga
dapat dikatakan islam adalah agama akhlak.
Namun
demikian dalam pembentukan akhlak ini, Islam juga menghargai pendapat akal
pikiran yang sehat yang sejalan dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Peranan akal
pikiran demikian besar dan dihargai adanya, termasuk perananya dalam
menjabarkan akhlak. Ajaran akhlak yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Sunnah
bersifat absolut dan universal serta mutlak, yakni tidak dapat ditawar-tawar
lagi dan berlangsung sepanjang zaman. Dengan cara demkian ajaran akhlak dalam
islam dapat diterima oleh seluruh masyarakat berdasarkan hasil ijtihad akal
pikiran. Sebagai contoh menutup aurat adalah merupakan akhlak yang bersifat
absolut, mutlak dan universal, tetapi bagamana cara menutup aurat itu dapat
berbeda-beda. Untuk menentukan cara dan bentuk menutup aurat tersebut
diperlukan pemikiran akal yang sehat. Demikian pula menghormati kedua orang
tua, ayah dan ibu adalah akhlak yang bersifat mutlak, universal dan absolut.
Sejalan
dengan masuknya pemikiran filsafat Yunani ke dalam Islam pada zaman Daulat Abbasiyah ( 8-13 Masehi ),
akhlak dalam islam di warnai oleh corak yang bersifat falsafi dan rasionalitik.
Para mutakallimin dari kalangan Muktazilah misalnya banyak menggunakan akal
pikiran sebagaimana terlihat dalam ajaran pokok yang lima, yaitu Al-Tauhid (
mengesakan Allah ), Al-Adl ( keadilan ), Al-Wa’ad wa Al-Wa’id ( janji baik dan
ancaman buruk ), Al-Manzilah bain Al-manzilatain ( posisi di antara dua posisi
) dan Al-Amr Al-Ma’ruf wa Al-Nahy an Al-Munkar ( perintah mengerjakan yang baik
dan mencegah perbuatan yang buruk )
Kelima
ajaran muktazilah yang diketahui banyak dipengaruhi pemikiran filsafat Yunani
itu sangat erat kaitanya dengan akhlak. Itulah sebabnya tidak mengherankan jika
Ahmad Mahmud Shubhi menulis buku berjudul Al-Falsafah Al-Akhlakiyah fi Al-Fikri
Al-Islami ( Falsafah Akhlak Dalam Pemikiran Islam ). Dalam buku tersebut ajaran
Muktazilah yang lima itu telah dikembangkan menjadi akhlak yang bercorak
falsafi. Salah satu ajaran tentang keadilan sebagaimana telah dituraikan di
atas ternyata merupakan induk akhlak. Dalam ajaran Muktazilah keadilan juga
menempati posisi puncak.
C.
AKHLAK PADA ZAMAN BARU
Pada akhir abad limabelas masehi, Eropa mulai menglami kebangkitan
dalam bidang filsafat, Ilmu pengetahuan dan teknologi. Para ahli bangsa eropa
termasuk itali mulai meningkatkan kegiatan dalam bidang filsafat Yunani, ilmu
pengetahuan teknologi tersebut akan mulai difungsikan, segala sesuatu dikecam
dan diselidiki, sehingga tegaklah kemerdekaan berfikir. Dan mulai melihat
sesuatu dengan pandangan baru, dan mempertimbangkannya dengan ukuran yang baru.
Di antara yang mendapat kecaman dan penyelidikan ialah persoalan ahklak yang
dibawa oleh bangsa Yunani dan bangsa- bangsa lainnya.
Kehidupan mereka yang semula terikat pada
dogma kristiani, khayal dan mitos mulai digeser dengan memberikan peran yang
lebih besar kepada kemampuan akal pikiran. Segala sesuatu yang selama ini
dianggap mapan mulai diteliti, dikritik dan diperbaharui, hingga akhirnya
mereka menerapkan pola bertindak dan berpikir secara liberal.
Akhlak yang
mereka bangun didasarkan pada penyelidikan menurut kenyataan emperik dan tidak
mengikuti gambaran-gambaran khayal atau keyakinan yang terdapat dalam ajaran
agama. Pandangan baru terhadap akhlak tersebut pada tahap selanjutnya mampu
mengubah konsep-konsep akhlak termasuk dalam menilai sesuatu yang baik dan
mulia.
Banyak tokoh
pemikir akhlak yang lahir pada abad baru ini. Mereka itu diantarannya adalah
Descartes, Shafesbury dan Hatshon, Bentham, JhonStuart Mill Kant dan Bertrand
Russel. Pemikiran akhlak telah banyak mereka kemukakan dan tersebar dalam
berbagai literatur mengenai etika, dan sebagian menjadi pedoman hidup
masyarakat barat dan eropa hingga saat ini.
Ahli filsafat prancis yaitu Descartes termasuk pendiri filsafat
baru dalam ilmu pengetahuan dan filsafat. Ia telah menciptakan dasar-dasar
baru, di antarnya adalah:
a.
Tidak
menerima sesuatu yan belum diperiksa akal dan nyata adanya.
b.
Di
dalam menyelidiki harus kita mulai dari yang sekecil-kecilnya yang
semudah-mudahnya, lalu meningkatkan kea rah yang lebih banyak susunannya.
c.
Wajib
bagi kita jangan menetapkan sesuatu hokum akan kebenaran sesuatu soal, sehingga
menyatakan dengan ujian.
Descartes yang
namanya disebutkan di atas adalah seoramg ahli filsafat perancis yang hidup
antara tahun 1596-1650 M. Pandangannya mengenai akhlak sangat bersifat
rasionalistik dan empirik. Ia tidak menerima segala sesuatu yang didasarkan pada
sangkaan dan apa yang ditumbuhkan dari adat kebiasaan wajib ditolak. Segala
sesuatu baru dapat diterima apabila telah lulus dari pengujian dan penyelidikan
secara nasionalistik dan empirik.
Selanjutnya
Shafesbury dan Hatshson adalah tokoh yang memiliki pandangan akhlak yang
bersifat anthopocentris (mendasarkan diri pada kemampuan manusia). Kedua
tokoh tersebut berkata bahwa di dalam diri manusia terdapat indera insting yang
dapat mengetahui dengan sendirinya terhadap sesuatu yang baik atau yang jahat,
indah dan buruk.
Selanjutnya Bentham
(1748-1832) dan Jhon Stuart Mill (1906-1873) keduanya termasuk tokoh yang
banyak terpengaruh oleh pemikiran Epicurus dengan cara mengubahnya menjadi
paham utilitarianisme, yaitu paham yang semula didasarkan pada kebahagiaan yang
bersifat individualistik kepada kebahagiaan yang besifat universalistik.
Pemikiran
tentang akhlak ini selanjutnya dapat dijumpai pada immanuel kant. Pemikiran akhlak
yang dikemukakkan Immanuel Kant juga besifat antropocentris (memusat pada
kemampuan dan potensi manusia). Kant berpendapat bahwa kriteria perbuatan
akhlak adalah perasaan kewajiban intuisif. Kant mempunyai sebuah keyakinan
berkaitan dengan manusia. Keberadaan tuhan hanya bisa didapat melalui intusi
akhlak. Mungkin di dunia ini tidak ada seorangpun filosof yang begitu atas nisan immanuel Kant
tertuliskan pertkataannya yang sangat populer yang berbunyi “Dua hal yang
selalu membangunkan perasaan: langit yang dipenuhi oleh bintang dan intuisi
yang berada dalam sanubarinya”.
Pokok bahasan
tentang intuisi diklasifikasikan menjadi empat:
v Intuisi mencari hakikat atau mencari ilmu pengetahuan. Dengan
intuisi ini banyak manusia yang menghabiskan usianya untuk diabadikan kepada
pengembangan ilmu pengetahuan.
v Intuisi etika dan akhlak, yakni cenderung kepada kebaikan bagaimana
telah diuraikan diatas.
v Intuisi estetika, yakni cenderung kepada segala sesuatu yang
mendatangkan keindahan.
v Intuisi agama, yaitu perasaan meyakini adanya yang menguasai alam
dengan segala isinya, yakni tuhan.
Pemikir barat dibidang akhlak (etika)
selanjutnya adalah Bertrand Russel. Corak pemikiran akhlak yang dimajukan tokoh
ini bersifat metearilistik. Menurutnya manusia bersifat materialistik, dan dia
tidak dari wujud benda. Berbeda dengan kant, russel menolak adanya intuisi
akhlak dan keindahan esensial suatu perbuatan. Menurut Russel manusia tidak mampu memahami
keindahan dan keburukan pada perbuatan. Dia juga menolak keindahan dan keburukan
roh. Menurut manusia sama sekali tidak mempunyai akal atau roh murni.
Casinos Near Harris, OK - MapyRO
BalasHapusA map showing 의왕 출장마사지 casinos and other 나주 출장안마 gaming 남양주 출장샵 facilities located near Harris, OK. A map showing casinos and other gaming 구리 출장샵 facilities located 광주광역 출장샵 near Harris, OK.