Selasa, 26 Mei 2015

LUPA DAN TRANSFER BELAJAR




MAKALAH PSIKOLOGI BELAJAR
(LUPA, TRANSFER BELAJAR, DAN MEMORY)


 








OLEH
TRIA AMI LAKSMI



PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM
2015


BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Mengetahui dalam Psikologi Belajar apa, kapan, dan bagaimana transfer belajar, lupa dan memori (ingatan) itu bekerja dalam diri individu. Serta bagaimana mengaplikasikannya dalam kegiatan sehari-hari. Teori tentang lupa, transfer belajar dan memori (ingatan) ini sangat perlu kita pahami karena akan sangat berpengaruh pada keberhasilan atau keefektifan pembelajaran. Dengan mengetahui cara kerja ketiga teori psikologi tersebut kita akan dengan mudah mengaplikasikan suatu pelajaran dalam diri individu. Berikutakan akan dipaparkan teori psikologi belajar tentang lupa, transfer belajar dan memory (ingatan).
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian Lupa?
2.      Apa saja faktor-faktor penyebab lupa?
3.      Apakah pengertian Transfer Belajar?
4.      Apakah pengertrian memori (ingatan)?
C.     Tujuan Penulisan
Makalah ini saya tulis dengan tujuan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah psikologi belajar, selain itu tujuan penulisan makalah ini yakni untuk mengetahui komponen-komponen teori yang menunjang pembelajaran, yakni terkait dengan lupa, transfer belajar dan memori (ingatan).













BAB II
PEMBAHASAN
A.    LUPA
Lupa adalah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari. Secara sederhana Gulo (1982) dan Reber (1988) dalam Muhibbin Syah (2001) mendefinisikan lupa sebagai ketidak mampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah di pelajari atau dialami.
Lupa merupakan istilah yan sangat populer di masyarakat. Setiap waktu pasti ada orang lupa akan sesuatu, entah hal itu tentang peristiwa atau kejadian di masa lampau atau sesuatu yang akan dilakukan (Muhibbin Syah 2001).
B.     Faktor-faktor penyebab lupa
1)      Penyebab Lupa Menurut Ngalim Purwanto (1989) Dalam  Syaiful Bahri Djaramah (2002) :
1.    Karena apa yang dialami itu tidak pernah digunakan lagi atau tidak pernah dilatih atau diingat lagi. Berkenaan dengan itu ada sebuah hukum yang berbunyi “law of disuse”(hukum tak terpakai) yang dikemukakan oleh Thorndike. Hukum itu menyebutkan hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lemah bila tidak ada latihan.
2.    Karena adanya hambatan-hambatan yang terjadi karena isi jiwa yang lain. Tidak baik mencampur adukkan pelajaran-pelajaran dalam pikiran saat belajar; karena hal itu justru akan menghambat satu sama lain. Maka tidak baik mempelajari materi yang berbeda pada saat yang sama.
3.     Karena depresi atau tekanan. Tanggapan-tanggapan/isi jiwa ditekan ke dalam ketidaksadaran (alam bawah sadar) oleh ego. Karena terus menerus mengalami tekanan, maka lama kelamaan akan menjadi lupa.
Beberapa penyebab terjadinya lupa karena tekanan:
Ø Karena informasi (tanggapan, pengetahuan, kesan, dsb) yang diterima “kurang menyenangkan”, sehingga secara sengaja menekannya hingga ke dalam ketidaksadaran.
Ø Karena informasi yang baru secara otomatis menekan informasi yang lama.
Ø Karena informasi yang akan diingat kembali itu tertekan ke alam bawah sadar dengan sendirinya sebab tak pernah digunakan.


2)      Penyebab lupa menurut Muhibin Syah:
Ø Lupa karena perubahan situasi lingkungan, seperti antara waktu belajar di sekolah dengan waktu belajar/ mengingat kembali di luar sekolah. Misal: jika seorang anak hanya mengenal jerapah lewat gambar-gambar di sekolah, kemungkinan dia akan lupa mengingat nama hewan itu ketika ke kebun binatang.
Ø Lupa karena perubahan sikap dan minat. Misal: jika seorang guru memarahi anak di depan teman-temannya, anak menjadi takut sehingga pelajaran mudah terlupakan.
Ø Lupa karena perubahan urat syaraf otak. Misal: keracunan, kecanduan, gegar otak.
Ø Lupa karena kerusakan informasi sebelum masuk ke memori. Sebelum informasi itu terserap dengan baik dan disimpan dengan baik oleh otak, seseorang telah melakukan/ menerima informasi lain sehingga penyimpanan awal tidak sempurna dan cenderung hilang.
3)      Penyebab lupa menurut W.S.Winkel (1989) Dalam  Syaiful Bahri Djaramah (2002) :
Ø Pandangan Woodworth- Gejala lupa disebabkan bekas-bekas ingatan yang tidak dipergunakan, sehingga lama kelamaan akan terhapus.
Ø Pandangan interfensi- Lupa disebabkan oleh adanya gangguan dari informasi yang baru masuk ke dalam ingatan terhadap informasi yang telah lama tersimpan, sehingga seolah-olah informasi yang lama digeser dan kemudian lebih sukar diingat.
Ø Pandangan bermotif- Ada alasan tertentu dari setiap orang untuk menilai sesuatu hal. Kejadian kurang menyenangkan akan mudah terhapus dan terlupakan daripada yang menyenangkan.
C.    Kiat-Kiat mengurangi lupa menurut W.S. Winke (1989) Dalam Syaiful Bahri Djaramah (2002)  adalah:
*      Adanya motivasi belajar yang kuat (khususnya motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri)
*      Memancing perhatian anak didik agar mereka tertarik dengan materi yang diajarkan sehingga materi lebih mudah diingat
*      Anak didik perlu mengolah materi dengan baik dan segera
                                            
*      Berkas-berkas yang tersimpan dalam memori dalam jangka panjang supaa diperbaharui dengan menggalinya ari ingatan, mengolah kembali, dan memasukkannya lagi ke ingatan
*      Guru memberikan pertanyaaan yang terarah agar anak didik berhasil menggali informasi dari ingatannya
D.    TRANSFER BELAJAR
Transfer dalam bahasa yang lazim disebut transfer belajar (transfer of learming) itu mengandung arti pemindahan keterampilan hasil belajar dari satu situasi kesituasi lainnya (Reber 1988).
Peristiwa pemindahan pengaruh (transfer) sebagaimana tersebut diatas pada umumnya atau hampir  selalu membawa dampak, baik positif maupun negatif terhadap aktifitas dan hasil pembelajaran materi pelajaran atau keterampilan lain. Sehingga, transfer dapat dibagi dua kategori, yakni transfer positif dan transfer negatif.
Menurut Theory of Identical Element yang dikembangkan oleh E.L Thorndike, transfer positif biasanya terjadi apabila ada kesamaan elemen antara materi yang lama dengan materi yang baru. Contoh, seorang siswa yang telah menguasai matematika akan mudah memepelajari statistika.
1.      Ragam Transfer Belajar
Selanjutnya, menurut Gagne seorang education psychologist (pakar psikologi pendidikan) yang mahsyur, transfer dalam belajar dapat digolongkan, yaitu :
v  transfer positif, yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar selanjtnya;
v  transfer negatif, yaitu transfer yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya;
v  transfer vertical, yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar penegetahuan/keterampilan yang lebih tinggi;
v  transfer lateral, yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/keterampilan yang sederajat.
2.      Terjadinya Transfer Belajar Positif
Transfer positif akan mudah terjadi pada diri seorang siswa apabila situasi belajarnya dibuat sama atau mirip dengan situasi sehari-hari yang akan ditempati siswa tersebut kelak dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang telah ia pelajari di Sekolah. Transfer positif dalam pengertian seperti inilah sebenarnya yang perlu diperhatikan guru, mengingat tujuan pendidikan secara umum adalah  terciptanya sumber daya manusia berkualitas yang adaptif. Kualitas inilah yang seyogyanya didapat dari lingkungan pendidikan untuk digunakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh sebab itu setiap lembaga kependidikan terutama jenjang pendidikan menengah, perlu menyediakan kemudahan-kemudahan belajar, seperti alat-alat dan ruang kerja yang akan ditempati siswa kelak setelah lulus. Apabila cara ini sulit ditempuh, alternatif lain dapat diambil umpamanya on the job training, yaitu mengadakan praktek lapangan di tempat- tempat kerja seperti kantor, sekolah, pabrik, kebun, dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan jurusan dan keahlian yang dimilikinya.
Berdasarkan hasil-hasil riset kognitif , yakni bahwa transfer positif hanya akan terjadi pada diri seorang siswa apabila dua wilayah pengetahuan atau keterampilkan yang dipelajari siswa tersebut menggunakan dua fakta atau pola yang sama, dan membuahkan hasil yang sama pula. Dengan kata lain, dua domain pengetahuan tersebut merupakan sebuah pengetahuan yang sama.
Jadi, orang yang menduga bahwa seorang siswa yang telah pandai membaca al-Qur’an akan secara otomatis mudah belajar bahasa Arab karena ada kesamaan elemen (sama-sama bertulisan Arab) perlu dipertanyakan. Namun, seorang siswa yang pandai dalam seni baca al-Qur’an (qori) sangat mungkin dia mudah belajar tarik suara (menyanyi), karena dalam dua wilayah keterampilan itu terdapat kesamaan struktur logika, yakni logika seni. Demikian pula halnya dengan siswa yang sudah menguasai bahasa dan sastra Indonesia, ia mungkin akan mudah menjadi seorang pengarang. Sekali lagi, mudahnya siswa tersebut menjadi pengarang bukan karena adanya kesamaan elemen, melainkan karena antara penguasaan bahasa dan sastra dengan aktivis mengarang itu terdapat “benang merah” yang muncul dari struktur logika pengetahuan yang sama.
Sesungguhnya transfer itu merupakan peristiwa kognitif (ranah cipta/akal) yang terjadi karena belajar. Jadi, belajar dalam hal ini seyogyanya dipandang sebagai keadaan sebelum transfer atau prasyarat adanya transfer. Dengan demikian, anggapan bahwa transfer itu spontan dan mekanis (seperti mesin atau robot) sebenarnya berlawanan dengan hakekat belajar itu sendiri, yakni perbuatan siswa yang sedikit atau banyak selalu melibatkan aktivitas ranah kognitif.
Sebagai catatan akhir pembahasan ini, perlu diutarakan beberapa contoh peristiwa belajar yang secara lahiriyah tampak seperti transfer tapi sesungguhnya bukan. Contoh-contoh ini penting untuk diketahui agar siswa dan guru tidak terkecoh oleh timbulnya sesuatu yang baru dan baik sebagai sesuatu yang sedang diharapkan, yakni transfer positif.
E.     Memory (Ingatan)
Sebelum ilmu pengetahuan modern mengenai otak, yaitu neurofisiologi dan psikologi, mengungkapkan kekuatan dan potensi yang luar biasa dari otak manusia, bangsa Yunani telah menemukan bahwa kinerja mental dapat ditingkatkan secara luar biasa dengan menggunakan teknik tertentu. Bangsa Yunani mengembangkan sistem memori mendasar yang disebut mnemonik (yang membantu ingatan), sebuah nama yang diambil dari nama Dewi Memori yang mereka puja yaitu Mnemosyne. Teknik mnemonic ini dipertukarkan diantara anggota kaum intelektual yang elit di masa itu, dan dipergunakan untuk tugas mengingat hal yang sangat banyak dengan prestasi tinggi dalam masyarakat yang memberikan kekuatan pribadi, ekonomi, politik, dan militer kepada orang yang melakukannya. Jadi bangsa Yunani adalah Gladiator pikiran, dimana stadionnya adalah gelanggang intelektual dan senjata utamanya adalah memori.
Ingatan atau sering disebut memory adalah sebuah fungsi dari kognisi yang melibatkan otak dalam pengambilan informasi. Ingatan akan dipelajari lebih mendalam di psikologi kognitif dan ilmu saraf. Pada umumnya para ahli memandang ingatan sebagai hubungan antara pengalaman dengan masa lampau. Apa yang telah diingat adalah hal yang pernah dialami, pernah dipersepsinya, dan hal tersebut pernah dimasukkan kedalam jiwanya dan disimpan kemudian pada suatu waktu kejadian itu ditimbulkan kembali dalam kesadaran. Ingatan merupakan kemampuan untuk menerima dan memasukkan (learning), menyimpan (retention) dan menimbulkan kembali apa yang pernah dialami (remembering). ingatan  adalah  penyimpanan informasi disetiap waktu. Para psikologi pendidikan mempelajari bagaimana informasi pada awalnya ditempatkan atau dikodekan menjadi ingatan, bagaimana informasi disimpan setelah dikodekan dan bagaimana informasi ditemukan atau dipanggil kembali untuk tujuan tertentu diwaktu yang akan datang. Bagian utam dari memory ini adalah berfokus pada pengodean, penyimpanan, dan pemanggilan kembali.  Supaya memory berfungsi, anak-anak harus mengambil informasi, menyimpannya atau menyampaikannya, serta kemudian mendapatkannya kembali untuk tujuan tertentu di kemudian hari (John W Santrock 2012).
Dalam proses mengingat informasi ada 3 tahapan yaitu memasukkan informasi (encoding), penyimpanan (storage), dan mengingat (retrieval stage).

1.      Fungsi Memasukkan (Encoding)
Proses Encoding (pengkodean terhadap apa yang dipersepsi dengan cara mengubah menjadi simbol-simbol atau gelombang-gelombang listrik tertentu yang sesuai dengan peringkat yang ada pada organisme). Jadi encoding merupakan suatu proses mengubah sifat suatu informasi ke dalam bentuk yang sesuai dengan sifat-sifat memori organisme. Proses ini sangat mempengaruhi lamanya suatu informasi disimpan dalam memori.
Proses pengubahan informasi ini dapat terjadi dengan dua cara, yaitu:
ü Tidak sengaja, yaitu apabila hal-hal yang diterima oleh inderanya dimasukkan dengan tidak sengaja ke dalam ingatannya. Contoh konkritnya dapat kita lihat pada anak-anak yang umumnya menyimpan pengalaman yang tidak disengaja, misalnya bahwa ia akan mendapat apa yang diinginkan jika ia menangis keras-keras sambil berguling-guling.
ü Sengaja, yaitu bila individu dengan sengaja memasukkan pengalaman dan pengetahuan ke dalam ingatannya. Contohnya kita sebagai mahasiswa, dimana dengan sengaja kita memasukkan segala hal yang dipelajarinya di perguruan tinggi.
2.      Fungsi Menyimpan (Storage)
Fungsi kedua dari ingatan adalah mengenai penyimpanan (penyimpanan terhadap apa yang telah diproses dalam encoding, apa yang dipelajari atau apa yang dipersepsi). Sesuatu yang telah dipelajari biasanya akan tersimpan dalam bentuk jejak-jejak (traces) dan bisa ditimbulkan kembali. Jejak-jejak tersebut biasa juga disebut dengan memory traces. Walaupun disimpan namun jika tidak sering digunakan maka memory traces tersebut bisa sulit untuk ditimbulkan kembali bahkan juga hilang, dan ini yang disebut dengan kelupaan. Sehubungan dengan masalah retensi dan kelupaan, ada satu hal yang penting yang dapat dicatat, yaitu mengenai interval atau waktu antara memasukkan dan menimbulkan kembali.
Masalah intercal dapat dibedakan atas lama interval dan isi interval:
1.     Lama interval, yaitu berkaitan dengan lamanya waktu pemasukan bahan (act of remembering). Lama interval berkaitan dengan kekuatan retensi. Makin lama intervalnya, makin kurang kuat retensinya, atau dengan kata lain kekuatan retensinya menurun.
2.     Isi interval, yaitu berkaitan dengan aktivitas-aktivitas yang terdapat atau mengisi interval. Aktivitas-aktivitas yang mengisi interval akan merusak atau mengganggu memory traces, sehingga kemungkinan individu akan mengalami kelupaan.
Atas dasar lama interval dan isi interval, hal tersebut merupakan sumber atau dasar berpijak dari teori-teori mengenai kelupaan.
3.      Fungsi Menimbulkan Kembali (Retrival)
Fungsi ketiga ingatan adalah berkaitan dengan menimbulkan kembali hal-hal yang disimpan dalam ingatan. Proses mengingat kembali merupakan suatu proses mencari dan menemukan informasi yang disimpan dalam memori untuk digunakan kembali bila dibutuhkan. Mekanisme dalam proses mengingat kembali sangat membantu organisme dalam menghadapi berbagai persoalan sehari-hari. Seseorang dikatakan “Belajar dari Pengalaman” karena ia mampu menggunakan berbagai informasi yang telah diterimanya di masa lalu untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi saat ini juga.
Menimbulkan kembali ingatan yang sudah disimpan dapat menggunakan cara:
v  Recall, yaitu proses mengingat kembali informasi yang dipelajari di masa lalu tanpa petunjuk yang dihadapkan pada organisme. Conyohnya mengingat nama seseorang tanpa kehadiran orang yang dimaksud.
v  Recognize, yaitu proses mengenal kembali informasi yang sudah dipelajari melalui suatu petunjuk yang dihadapkan pada organisme. Contohnya mengingat nama seseorang saat ia berjumpa dengan orang yang bersangkutan.
v  Redintegrative, yaitu proses mengingat dengan menghubungkan berbagai informasi menjadi suatu konsep atau cerita yang cukup kompleks. Proses mengingat reintegrative terjadi bila seseorang ditanya sebuah nama, misalnya Siti Nurbaya (tokoh sinetron), maka akan teringat banyak hal dari tokoh tersebut karena orang tersebut telah menontonnya berkali-kali.
F.     Eksperimen Mengenai Ingatan
Beberapa metode yang digunakan dalam penelitian ingatan dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.      Metode dengan melihat waktu atau usaha belajar (the learning time method)
Metode ini merupakan metode penelitian ingatan dengan melihat sejauh mana waktu yang diperlukan oleh seseorang untuk dapat menguasai materi yang dipelajari dengan baik, seperti dapat mengingat kembali materi tersebut tanpa kesalahan.
Misalnya seseorang yang disuruh mempelajari suatu syair lagu dan orang tersebut harus menimbulkan kembali syair tanpa ada kesalahan. Bila kriteria ini telah terpenuhi, maka diukur waktu yang diperlukan hingga mencapai kriteria tersebut. Individu yang satu lebih cepat daripada individu yang lain, tetapi ada pula yang lambat. Hal tersebut menunjukkan bahwa waktu atau usaha yang dibutuhkan oleh seseorang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan masing-masing.
2.      Metode belajar kembali (the relearning method)
Metode ini merupakan metode yang berbentuk dimana suatu individu disuruh mempelajari kembali materi yang telah dipelajari sampai pada suatu kriteria tertentu. Dalam relearning, untuk mempelajari materi yang sama untuk kedua kalinya membutuhkan waktu yang relatif lebih singkat dibanding dengan pertemuan pertama.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa semakin sering dipelajari, semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya, dan semakin banyak materi yang dapat diingat dengan baik, dan makin sedikit materi yang dilupakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses relearning ada waktu yang dihemat untuk disimpan. Oleh karena itu metode ini disebut juga dengan metode saving method.
3.      Metode rekonstruksi
Metode ini menugaskan individu untuk mengkronstruksi kembali materi yang telah diberikan kepadanya. Dalam mengkonstruksi kembali dapat diketahui waktu yang digunakan, kesalahan-kesalahan yang diperbuat, sampai pada kriteria tertentu. Contohnya seperti bermain puzzle.
4.      Metode mengenali kembali (recognition)
Dalam metode ini penelitian dalam memori ditekankan pada recognition (mengenal kembali). Jadi subjek diminta untuk mempelajari materi kemudian materi tadi disajikan ulang dengan penyertaan materi lain. Adanya materi lain untuk mentes subjek apakah ia mampu mengenal kembali materi yang telah dipelajari sebelumnya diantara materi-materi lain yang disajikan.
5.      Metode mengingat kembali
Dalam metode ini yang ditekankan adalah proses recall (mengingat kembali) terhadap apa yangtelah dipelajari sebelumnya. Misalnya pada tes yang berbentuk essai atau pada tugas-tugas pengarang dimana subjek diminta untuk mengingat kembali peristiwa atau pengalaman yang dialaminya.
6.      Metode asosiasi berpasangan
Metode ini mengambil bentuk subjek disuruh mempelajari materi secara berpasang-pasangan. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan  mengingat apa yang telah dipelajarinya, maka dalam evaluasi, salah satu pasangan digunakan sebagai stimulus, dan subjek disuruh menampilkan kembali (baik recall maupun recognition).
































BAB III
PENUTUP
A.    SIMPULAN
Dari beberapa pendapat dan teori yang di kemukakan para ahli  dapat disimpulkan bahwa,  lupa adalah hilangnya kemampuan untuk mengingat kembali apa yang telah atau apa yang akan dilakukan oleh seseorang. Selanjutnya transfer belajar adalah suatu proses pemindahan atau pengiriman ilmu yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain. Kemudian memory (ingatan) merupakan kemampuan untuk menerima dan memasukkan, menyimpan dan menimbulkan kembali apa yang pernah dialami. Ingatan  adalah  penyimpanan informasi disetiap waktu dan dapat di panggil kapanpun.
B.     SARAN
Penulisan makalah ini sangat jauh dari kata sempurna oleh karena itu saran yang sifatnya membangun dari para pembaca sangat saya butuhkan untuk kesempurnaan makalah ini. Di harapkan untuk para calon guru hendaknya memahami secara mendalam teori-teori dalam psikologi belajar, dalam hal ini teori mengenai lupa, transfer belajar dan memori (lupa) karena itu sangat penting untuk menunjang keberhasilan belajar. Dengan memahami teori-teori dalam psikologi belajar kita akan dapat dengan mudah menghadapi anak didik kita.















DAFTAR PUSTAKA
Syah, Muhibbin. 2011. PSIKOLOGI BELAJAR. Cetakan kesebelas. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Syah, Muhibbin. 2001. PSIKOLOGI BELAJAR. Cetakan ketiga. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.
Djaramah, Syaiful Bahri. 2002. PSIKOLOGI BELAJAR. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Santrock, John W. 2012. PSIKOLOGI PENDIDIKAN. Jakarta: Salemba Humanika.
Walgito, Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar